REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengingatkan berbagai kebutuhan anak-anak yang menjadi korban pemerkosaan seorang pimpinan lembaga pendidikan di Bandung, Jawa Barat agar terus mendapat perhatian dan pelindungan. "Hal ini penting mengingat kebutuhan korban tentunya masih sangat banyak karena korban masih berusia anak," kata Wakil Ketua LPSK Livia Istania Iskandar di Jakarta, Kamis (9/12).
Sebagai contoh, kata dia, masalah kebutuhan pendidikan anak-anak tersebut harus diperhatikan, khususnya dari pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu memastikan anak-anak yang menjadi korban tersebut bisa kembali bersekolah sebab mereka masuk ke pesantren awalnya sebagai upaya melaksanakan pendidikan.
Meski begitu, karena sudah menjadi korban tentunya perlu dipastikan tempat para korban ini bisa tetap melanjutkan pendidikan. Sebelumnya, LPSK menemukan ada anak yang ditolak masuk ke sebuah sekolah karena yang bersangkutan adalah korban perkosaan. "Ini miris karena sudah menjadi korban bukannya didukung malah tidak diterima untuk bersekolah," kata Livia.
Pada saat bersamaan, masyarakat harus terus mendukung para korban dan tidak memberi stigma negatif. Hal itu perlu agar korban bisa melanjutkan kehidupannya dengan normal. Selain itu, LPSK berharap media massa juga terus menjaga kerahasiaan identitas para korban.
Selain kepada para korban, LPSK juga mengingatkan anak-anak yang dilahirkan akibat kasus perkosaan juga harus mendapat perhatian dari pemerintah provinsi supaya tumbuh kembangnya bisa berjalan dengan baik."Ini tentunya perlu perhatian pula dari kita semua. Total ada delapan anak yang terlahir akibat kasus ini," kata Livia.
LPSK memberikan perlindungan kepada 29 orang, dan 12 di antaranya anak di bawah umur yang terdiri atas pelapor, saksi atau korban, dan saksi saat memberikan keterangan dalam persidangan dugaan tindak pidana persetubuhan terhadap anak. Terdakwa dari kasus tersebut ialah Heri Irawan yang merupakan pemilik pondok pesantren.