Bamsoet: Kajian Amendemen UUD Selesai April 2022
Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan, pengkajian amendemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945 masih berlanjut. (Foto: Bambang Soesatyo) | Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan, pengkajian amendemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945 masih berlanjut. Targetnya, kajian akan rencana tersebut akan selesai pada April 2022.
"Kami berharap badan kajian MPR dan K3, Komisi Kajian Konstitusi bisa menyelesaikannya pada bulan April mendatang," ujar Bamsoet di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (9/12).
Setelah kajian selesai, hasilnya akan disampaikan kepada sembilan pimpinan MPR. Nantinya, MPR akan memutuskan apakah lahirnya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) hadir lewat amendemen UUD, TAP MPR, atau undang-undang.
"Kalau tap MPR melalui harus amendemen, nah PPHN ini hanya mengubah atau menambah dua ayat, satu ayat di Pasal 3, satu ayat di Pasal 23," ujar Bamsoet.
Kendati demikian, ia menyerahkan segala keputusan kepada sembilan fraksi partai yang ada di MPR. Bamsoet hanya menegaskan, amendemen hanya fokus untuk melahirkan PPHN yang akan jadi pedoman pembangunan Indonesia.
"Jadi tidak ada pembahasan lain terkait dengan penambahan periodesasi, penambahan kekuasaan MPR, dan lain-lain. Hanya menambah dua ayat di Pasal 3 dan Pasal 23," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.
Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei sikap publik terkait wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Salah satu isu yang bergulir adalah presiden yang bekerja sesuai Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
"Mayoritas warga, 81 persen menginginkan presiden bekerja sesuai dengan janji-janjinya kepada rakyat pada masa kampanye pemilihan presiden," ujar Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas dalam rilis daringnya," Jumat (15/10).
"Presiden harus bertanggung jawab pada rakyat, karena presiden dilipih oleh rakyat," sambungnya.
Sirojudin menjelaskan, hanya 10 persen publik yang setuju jika presiden bekerja sesuai PPHN atau GBHN dan bertanggung jawab kepada MPR. Sedangkan, 9 persen menyatakan tidak tahu atau tidak jawab.
"Jumlah warga yang ingin presiden bekerja sesuai janji kepada rakyat, bukan menurut GBHN atau PPHN naik dari 75 persen dari Mei 2021 menjadi 81 persen pada September," ujar Sirojudin.