Kamis 09 Dec 2021 15:11 WIB

Epidemiolog Sayangkan Pembatalan PPKM Level III

Epidemiolog mengingatkan kondisi Indonesia memang membaik tapi vaksinasi belum bagus.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah calon penumpang berjalan melintas di area halte Transjakarta di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (7/12/2021). Pemerintah resmi membatalkan kebijakan penerapan PPKM level 3 yang rencananya diterapkan di masa Natal dan Tahun Baru dan akan mengikuti asesmen situasi pandemi sesuai yang berlaku dengan tambahan pengetatan.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Sejumlah calon penumpang berjalan melintas di area halte Transjakarta di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (7/12/2021). Pemerintah resmi membatalkan kebijakan penerapan PPKM level 3 yang rencananya diterapkan di masa Natal dan Tahun Baru dan akan mengikuti asesmen situasi pandemi sesuai yang berlaku dengan tambahan pengetatan.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pemerintah melakukan pembatalan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level III selama Nataru. Terkait itu, epidemiolog UGM, dr. Bayu Satria Wirayama, menyayangkan kebijakan yang diambil pemerintah tersebut.

Ia mengaku tidak setuju salah satu alasan pembatalan PPKM level III karena kondisi Covid-19 sudah membaik dan vaksinasi Jawa dan Bali mencapai target. Sebab, Bayu mengingatkan, kondisi memang membaik tapi vaksinasi belum bagus.

Baca Juga

"Alasan vaksin mencapai target itu kurang setuju. Kondisi Covid-19 membaik memang tapi vaksinasinya masih belum bagus," kata Bayu, Rabu (8/12).

Bayu menyampaikan, Indonesia belum memenuhi target WHO untuk mencapai vaksinasi Covid-19 sebesar 40 persen populasi. Saat ini, capaian vaksinasi Covid-19 di Tanah Air baru sekitar 37 persen populasi dengan kondisi yang belum merata.

Misalnya, lanjut Bayu, jumlah lansia masih kurang sekali dibandingkan dengan masyarakat umum dan pekerja. Kendati membatalkan PPKM level III, Bayu menilai masih ada beberapa kebijakan yang perlu diadopsi untuk memperketat mobilitas.

Salah satunya orang dengan status vaksin lengkap yang boleh bepergian dengan pesawat maupun jalur lainnya ditambah tes antigen 1x24 jam. Hal ini sangat bagus untuk membatasi mobilitas bagi mereka yang belum mendapatkan vaksin.

Yang mana, resikonya lebih tinggi tertular atau menjadi sakit dibanding yang sudah divaksin. Selain itu, aturan-aturan perjalanan internasional diperketat, sehingga baik mengurangi kemungkinan terjadinya penularan karena kasus impor.

Peneliti Pusat Kedokteran Tropis UGM ini menegaskan, pemda dan pempus harus tetap tingkatkan kapasitas 3T. Sebab, meski mobilitas berusaha dibatasi, jalur darat via kendaraan pribadi masih mempunyai kemungkinan lolos dari pengetatan.

"Oleh sebab itu, program 3T tetap harus ditingkatkan terutama testing dan tracing diperkuat dengan menambah kapasitas khusus menjelang periode nataru," ujar Bayu.

Kemudian, memastikan logistik di fasilitas kesehatan mencukupi, mengaktivasi isolasi terpusat dan RS lapangan serta memastikan tenaga kesehatan tersedia. Selain itu, ia mengimbau masyarakat tetap patuh 5M selama periode Nataru.

Tidak kalah penting, upaya-upaya skrining dengan aplikasi Peduli Lindungi harus lebih ketat dan konsisten. Jadi, sebenarnya ada PPKM level III atau tidak, yang penting konsistensi dan pembatasan mobilitas bagi nonvaksin dan peningkatan 3T.

"Terutama, saat periode dengan mobilitas yang diprediksi meningkat, mempercepat vaksinasi dan cakupannya diperluas, serta disiplin 5M," kata Bayu.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement