REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) dikenal sebagai perusahaan pengolah limbah B3 dan menjadi salahsatu yang terbesar di Indonesia dengan luas lahan mencapai 64 hektar berpusat di Klapanunggal Bogor, Jawa Barat.
Sebagai perusahaan yang fokus pada pengolahan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) selama lebih dari 27 tahun, jajaran manajemen menilai teknologi pengolahannya perlu ditingkatkan dan terus dikembangkan. Apalagi jenis Limbah B3 yang harus dapat ditangani oleh PPLI kian banyak dan meluas seluruh nusantara.
"Peningkatan kapasitas dengan insinerator salah satunya," ungkap President Director PT PPLI, Yoshiaki Chida dalam siaran persnya, Rabu (8/12).
Insinerasi lanjut Chida merupakan proses pengolahan limbah secara termal yang memanfaatkan energi panas untuk membakar limbah. "Proses pembakaran ini dilakukan secara terkendali pada suhu tinggi dalam suatu alat tertutup yang disebut insinerator," katanya.
Dijelaskannya, energi panas yang digunakan dalam proses insinerasi tidak hanya mampu menghancurkan polutan yang terkandung dalam limbah, tetapi juga mampu mengurangi massa dan volume limbah secara signifikan.
Manajemen PPLI kini telah meningkatkan layanan pengolahan limbah B3 nya dengan mempersembahkan insinerator “raksasa” yang memiliki kemampuan memusnahkan limbah B3 hingga 50 ton perhari.
Sehingga jumlah total limbah B3 yang bisa diolah PPLI melebihi 800 ton per hari. "Adanya insinerator berkapasitas besar ini akan memperkaya teknologi pengelolaan limbah yang dapat ditawarkan, sekaligus memberikan fleksibilitas bagi PPLI sebagai one-stop-service pengelolaan limbah untuk seluruh industri di Indonesia," papar pria kelahiran negeri sakura 51 tahun silam itu.
Insinerator raksasa ini telah mengantongi Surat Kelayakan Operasional (SLO) di bidang Pengelolaan Limbah B3 untuk Kegiatan Pengolahan Limbah B3 dengan cara Termal menggunakan Insinerator dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan setelah melalui proses ujicoba selama beberapa bulan. "Dengan keluarnya Surat Kelayakan Operasional ini, secara resmi insinerator bisa difungsikan secara penuh," imbuhnya
Lebih jelas, Direktur Operasional PPLI, Syarif Hidayat menerangkan Insenerasi limbah memanfaatkan panas untuk menghancurkan limbah dan polutan yang terkandung di dalamnya. "Limbah medis adalah salah satu yang dapat dikelola dengan metoda ini," ungkapnya.
Selain itu, lanjut Syarif limbah-limbah organik yang memang dapat terbakar seperti oil sludge, paint sludge, used rags, limbah berbahan plastik, bahan dan produk kadaluwarsa, lumpur bekas pengeboran, sludge IPAL industri, bahan kimia kadaluwarsa serta sisa sampel dari lembaga riset juga menjadi 'makanan' insinerator.
Adapun insinerator 'raksasa' yang dimiliki oleh PPLI memiliki kemampuan di antaranya :
Model yang digunakan adalah tipe vertical stoker. Tipe ini dapat digunakan untuk limbah yang tidak tersegregasi serta limbah dengan kandungan moisture (kelembaban) tinggi dapat tetap dibakar tanpa memerlukan bahan bakar.
Dilengkapi dengan peralatan pengendalian emisi sehingga dapat memenuhi persyaratan emisi yang terketat sekalipun seperti persyaratan emisi Uni Eropa.
Tekanan di dalam insinerator selalu dijaga lebih rendah dibandingkan tekanan luar, sehingga tidak akan terjadi kebocoran gas pembakaran keluar tanpa melalui cerobong yang ada.
Memiliki beberapa cara pemasukan limbah ke dalam insinerator. Variasi pemasukan limbah akan memudahkan pengolahan untuk berbagai jenis dan sifat limbah seperti padatan, cairan, sludge, dan infeksius.
Dilengkapi dengan fixed grate furnace, untuk limbah-limbah yang akan dimusnahkan berikut dengan kemasannya misalnya limbah mercaptan yang sangat berbau atau limbah yang residu hasil pembakarannya akan di daur ulang lebih lanjut, misalnya limbah electric vehicle battery atau limbah e-waste.
Adapun pengendalian emisi yang digunakan dalam teknologi Insinerator ini di antaranya:
Penggunaan ammonia atau urea untuk pengendalian NOx pada flue gas yang dihasilkan.
Penggunaan rapid cooling system untuk proses pendinginan flue gas secara cepat menjadi bawah 200°C, dalam waktu 2 detik. Bertujuan untuk mencegah pembentukan kembali dioxin.
Penggunaan lime, activated carbon untuk memastikan polutan seperti sulfur/H2S, HCl, dan logam berat memenuhi baku mutu yang ada.
Penggunaan turbo chemical baghouse filter yang pengoperasiannya dilakukan secara otomatis dan terkoneksi dengan fasilitas continuous emission monitoring system (CEMS). Pada unit ini polutan organik, sulfur, HCl, HF dan logam berat akan tersaring. Pengoperasiannya yang terkoneksi dengan CEMS akan memastikan bila flue gas yang keluar dari kantong filter melebihi suatu nilai tertentu maka secara otomatis akan dilakukan pembersihan.
Penggunaan continuous emission monitoring system (CEMS). Insinerator PPLI dilengkapi dengan CEMS yang memantau bukan hanya temperatur, laju alir, O2 dan CO2, tetapi juga memantau HCl, NOX, SO2, CO, Opacity, CH4, HF, Dust Concentration dan Moisture. Penggunaan CEMS untuk memantau parameter di flue gas secara lengkap, merupakan yang pertama dan satu-satunya di Indonesia saat ini.
Feeding atau pengumpanan limbah ke dalam insinerator tipe vertical stocker dilakukan dengan berbagai cara yakni: Melalui conveyor belt, untuk limbah dalam wujud padat atau sludge tanpa cairan bebas (free liquid). Supaya limbah padat ini homogen, maka terlebih dahulu akan dilakukan pencampuran/ pengadukan di mixing pit.
Pemasukan untuk limbah medis dengan sifat infeksius. Pemasukan melalui pemompaan langsung ke insinerator. Ini digunakan untuk limbah dengan wujud cair seperti waste oil, solvent, limbah alkali dan limbah asam.
Pemasukan melalui pengumpanan langsung (direct feeding) ke insinerator. Digunakan untuk limbah reagent laboratorium dengan ukuran di bawah 0,5 liter.
Adapun alur pengolahan limbah melalui insinerator ini adalah memasukkan limbah ke dalam ruang pembakaran pertama dengan temperatur minimal 800°C. Waktu tinggal limbah di ruang bakar sekitar dua hingga enam jam. Dari ruang pembakaran pertama, flue gas yang dihasilkan limbah akan diteruskan ke ruang pembakaran kedua yang memiliki temperatur pembakaran berkisar antara 850-1000°C dengan waktu tinggal minimal dua detik. Gas yang dihasilkan di ruang pembakaran kedua kemudian akan didinginkan secara cepat di cooling tower guna mencegah pembentukan dioksin.
Pendinginan ini dilakukan dengan cara menyemprotkan air sehingga gas tersebut dapat mencapai temperatur di bawah 200°C dalam waktu kurang lebih dua detik. Terhadap gas hasil pembakaran yang telah didinginkan ini kemudian akan ditambahkan kapur dan karbon aktif sebelum disaring menggunakan baghouse filter yang dikendalikan oleh sistem komputer melalui pemrograman khusus.
Direktur Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Yazid Nurhuda saat melakukan studi lapangan ke PPLI beberapa waktu lalu mengakui kunjungan timnya ke perusahaan pengolah limbah B3 atas rekomendasi dari KLHK agar para penegak hukum memiliki persepsi yang sama dalam penanganan kasus pencemaran lingkungan khususnya yang diakibatkan limbah B3.
"PPLI merupakan rujukan karena sesuai perundang-undangan yang berlaku di Indonesia," kata Yazid Nurhuda.