REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pengamatan aktivitas gunung api di Semeru dilakukan lewat dua metode seismik dan visual. Seismik berperan vital memantau pergerakan magma ke permukaan, letusan, guguran lava, dan aliran awan panas dan lahar.
Pakar geologi UGM, Haryo Edi Wibowo mengatakan, pengamatan aktivitas gunung api di Gunung Semeru perlu dikombinasikan dengan sejumlah metode pengamatan lainnya. Seperti deformasi dan geokimia gas. Perlu diamati pula tubuh lava di puncak.
"Perlu pengamatan morfologi, photogrammetry ataupun UAV DTM, untuk identifikasi laju pertumbuhan dan tingkat kestabilan tubuh lava. Pengamatan visual memiliki keterbatasan di faktor cuaca yang berpengaruh ke jarak dan kejelasan pandang.Sehingga, perlu dikombinasi dengan pengamatan kamera termal," kata Haryo, Kamis (9/12).
Semeru merupakan gunung api strato tertinggi di Jawa. Pusat erupsinya Jonggring Seloko ada di tengah struktur kawah besar yang membuka ke arah tenggara dan hulu dari sungai Curah Lengkong, Besuk Kobokan, Sumbersari, Besuk Kembar, Besuk Bang, Besuk Sarat.
Semeru berkarakter letusan eksplosif dengan tinggi kolom erupsi satu kilometer kurang yang terjadi setiap hari. Kolom erupsi yang rendah menyebabkan material erupsi berupa endapan jatuhan piroklastik banyak terendap di sekitar puncak.
Selain itu, aktivitas Semeru juga ditandai munculnya kubah lava dan lava aliran. Guguran dari lava di area puncak ini akan menghasilkan aliran piroklastik atau awan panas yang bergerak menuruni lereng hingga mencapai jarak 11 kilometer.
"Hujan intensitas tinggi di area puncak Gunung Semeru membawa endapan lepas dari jatuhan piroklastik. Aliran piroklastik ini bergerak menuruni lereng dan dikenal sebagai lahar mengalir melalui sungai-sungai lereng tenggara," ujar Haryo.