REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Perum Perhutani setuju memberikan pertimbangan teknis untuk lahan hutannya dijadikan tempat relokasi bagi korban yang kehilangan tempat tinggal akibat meningkatnya aktivitas Gunung Semeru, karena secara administrasi dan teknis tidak ada masalah.
"Pada prinsipnya secara administrasi dan teknis tidak ada masalah, sambil menunggu usulan serta pendataan dimana lokasi lokasi yang paling aman," kata Direktur Utama Perum Perhutani Wahyu Kuncoro, dalam siaran persnya yang diterima di Surabaya, Kamis (9/12).
Wahyu, usai menemui Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati di Posko Siaga Bencana Perhutani di Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro, Lumajang, mengatakan sepanjang sesuai prosedur dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), tidak ada masalah bagi Perhutani.
Kepala Divisi Regional Perhutani Jatim Karuniawan Purwanto Sanjaya mengatakan untuk mempercepat proses relokasi saat ini bisa mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.27 Tahun 2018. Aturan itu, tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan 7 tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, serta Penggunaan Kawasan Hutan.
Menurutnya, peraturan itu memungkinkan digunakan mekanisme pelepasan kawasan hutan untuk penempatan korban bencana alam atau pinjam pakai kawasan hutan tanpa kompensasi.
Hal ini, seperti yang pernah dilakukan Perhutani pada relokasi penduduk yang wilayahnya tergenang oleh bendungan Semantok di Kabupaten Nganjuk dan Waduk Kedung Brubus di Kabupaten Madiun dan Bondowoso. Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati mengatakan masih akan melihat zona yang aman untuk relokasi korban Semeru.
"Ini tentu akan kami diskusikan dulu dengan badan geologi dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan apakah lokasi yang dipilih merupakan zona aman," katanya.
Sementara itu, kata Indah, untuk merelokasi penduduk akibat letusan Gunung Semeru dibutuhkan lahan seluas 40 hektare, yang lokasinya berada di Desa Penaggal Kecamatan Candipuro.