REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON - Pemerintah Selandia Baru berencana untuk menghentikan penjualan rokok guna melindungi generasi muda di negara itu mulai 2024. Langkah ini menjadi sebuah tindakan keras sekaligus berdampak besar bagi industri tembakau.
Tercatat sejauh ini di Selandia Baru ada 11,6 persen dari total populasi berusia di atas 15 tahun di negara itu menjadi perokok. Jumlah ini meningkat cukup pesat setiap tahunnya.
Dengan rencana penerapan kebijakan tersebut, Selandia Baru tidak akan mengizinkan orang berusia 14 tahun ke bawah untuk membeli rokok di negara Pasifik itu. Aturan juga akan membatasi jumlah pengecer produk yang berwenang menjual tembakau dan mengurangi kadar nikotin di semua produk.
“Kami ingin memastikan kaum muda tidak pernah mulai merokok. Jadi kami akan membuat pelanggaran untuk menjual atau memasok produk tembakau asap ke kelompok pemuda baru,” ujar Menteri Asosiasi Kesehatan Selandia Baru Ayesha Verrall dalam sebuah pernyataan dilansir News 18, Kamis (9/12).
Jika tidak ada perubahan kebijakan itu menekan tingkat merokok di antara orang-orang di Selandia Baru, secara khusus suku Maori, turun di bahwa lima persen. Suku ini disebut menjadi yang terbanyak menjadi perokok di negara itu.
Pemerintah akan berkonsultasi dengan satuan tugas kesehatan Maori dalam beberapa bulan mendatang sebelum memperkenalkan undang-undang ke parlemen pada Juni tahun depan, dengan tujuan menjadikannya undang-undang pada akhir 2022.
Pembatasan akan diluncurkan secara bertahap mulai 2024. Pembatasan dimulai dengan pengurangan tajam jumlah penjual resmi dan diikuti pengurangan persyaratan nikotin pada 2025. Termasuk juga di dalamnya mengenai penciptaan generasi bebas asap rokok mulai 2027.
Serangkaian tindakan tersebut akan membuat industri tembakau ritel Selandia Baru menjadi salah satu yang paling dibatasi di dunia, tepat setelah Bhutan di mana penjualan rokok dilarang secara langsung. Selain itu, negara tetangga Selandia Baru, Australia, adalah negara pertama di dunia yang mewajibkan kemasan rokok polos pada 2012.
Pemerintah Selandia Baru mengatakan sementara langkah-langkah yang ada seperti pengemasan biasa dan pungutan atas penjualan telah memperlambat konsumsi tembakau. Langkah-langkah yang lebih keras diperlukan untuk mencapai tujuan kurang dari lima persen dari populasi merokok secara aktif pada 2025.
Aturan baru itu akan mengurangi separuh tingkat merokok di negara itu dalam waktu 10 tahun sejak mulai berlaku, kata pemerintah. Merokok telah membuat sekitar 5.000 orang per tahun di Selandia Baru meninggal, menjadikannya salah satu penyebab utama kematian yang dapat dicegah di negara itu.
Empat dari lima perokok mulai merokok sebelum usia 18 tahun. Otoritas kesehatan menyambut baik tindakan keras itu. Namun pengecer menyatakan keprihatinan tentang dampaknya terhadap bisnis mereka dan memperingatkan munculnya pasar gelap rokok. Pemerintah tidak memberikan secara spesifik tentang bagaimana aturan baru akan diawasi atau apakah dan bagaimana mereka akan berlaku untuk pengunjung ke negara itu.