REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia mempertahankan retorika keras pada Ukraina dan membandingkan krisis di perbatasan kedua negara sebagai momen paling berbahaya sejak Perang Dingin. Moskow masih menunggu undangan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk berbicara dengan negara-negara anggota NATO.
Dalam keterangannya, Kementerian Luar Negeri menuduh Ukraina menggerakan artileri berat ke arah garis pertempuran dengan separatis pro-Rusia di timur Ukraina. Moskow juga mengatakan Kiev gagal melibatkan diri dalam proses damai.
Pada Jumat (10/12) kantor berita Rusia, TASS mengutip Presiden Rusia Vladimir Putin yang mengatakan apa yang tengah terjadi di Donbass atau zona konflik timur Ukraina kini 'mirip dengan genosida'.
Pada Kamis (9/12) kemarin badan intelijen Rusia (FSB) mengatakan kapal perang Ukraina bergerak ke arah Selat Kerch yang memisahkan Rusia dengan Semenanjung Krimea yang mereka aneksasi. FSB mengatakan kapal-kapal Ukraina itu tidak menanggapi permintaan Rusia untuk mengubah haluannya.
Kantor berita Rusia lainnya, Interfax melaporkan FSB mengatakan kapal-kapal Ukraina itu sudah mengubah arah. Kementerian Pertahanan Ukraina mengatakan kapal itu merupakan kapal pencari dan penyelamat yang tidak memiliki senjata. "Negosiasi dalam penyelesaian damai pada dasarnya sudah di titik akhir," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova.
Ia menyinggung tentang konflik Ukraina dan pasukan separatis di wilayah Donbass yang sudah berlangsung tujuh tahun. "Dengan dukungan negara-negara NATO memompa senjata ke negara, Kiev membangun kontingennya di jalur kontak di Donbass," kata Zakharova dalam unggah Kementerian Luar Negeri Rusia di media sosial Twitter.
Deputi Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov sepakat dengan pernyataan wartawan yang menduga ketegangan Timur-Barat yang terjadi di Ukraina akan menyerupai krisis Rudal Kuba pada tahun 1962. Saat itu Amerika Serikat dan Uni Soviet berada di awal perang dingin.
"Anda tahu, benar-benar bisa seperti itu, bila hal ini terus berlanjut, dengan logika sangat mungkin tiba-tiba anda terbangun dan melihat berada di situasi yang sama," katanya.
Pernyataan ini disampaikan dua hari setelah Biden dan Putin melakukan pembicaraan melalui video konferensi. Percakapan itu bertujuan untuk meredakan krisis di Ukraina.
Hal ini memberi sinyal Moskow tertarik untuk menjaga ketegangan tetap tinggi. Sementara menunggu langkah berikutnya dari Biden yang berencana melanjutkan pembicaran dengan Rusia dan negara-negara NATO.