SIAP 100 %
Red: Fernan Rahadi
Para pelari menyusuri lintasan dalam satu kompetisi maraton (Ilustrasi) | Foto: AP PHOTO
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Erik Hadi Saputra (Kaprodi Ilmu Komunikasi dan Direktur Kehumasan dan Urusan Internasional Universitas Amikom Yogyakarta)
Pembaca yang kreatif, seorang perempuan yang dianugerahi keterbatasan fisik ingin berjuang mencari uang untuk pengobatan ayahnya yang sakit. Ia pun mencari peluang dengan menawarkan tenaganya ketika melihat ada lowongan.
Namun dia selalu menerima penolakan dikarenakan kaki kanannya yang cacat dan menggunakan tongkat kayu sebagai penopang. Melihat kondisi itu, orang dengan sangat mudah menolaknya dengan berbagai ucapan atau senyum terpaksa.
Suatu ketika dia melihat selembar kertas tentang perlombaan maraton yang hadiahnya cukup untuk membeli obat dan makanan. Saat persiapan start perlombaan, dia menuju ke depan melalui banyak orang yang sedang mengambil ancang-ancang. Perempuan ini jelas menjadi pusat perhatian peserta lainnya.
Sesekali beberapa orang melihat ke belakang, apakah perempuan muda ini bisa mengikuti lomba? Tentu ini adalah perlombaan yang amat berat baginya. Namun orang hanya melirik diam dan membagikan foto-foto dan video lomba yang mereka ikuti itu di media sosial. Apalagi juara bertahan tampak hadir dan mengikuti kembali ajang maraton itu.
Panitia yang memantau perlombaan sempat mengambil air untuknya, namun dia sudah berlalu tanpa henti. Kelelahan tidak bisa ditanggungnya sehingga dia terjatuh di tengah jalan. Tidak ada orang atau panitia yang ada di situ.
Ia melihat tulisan yang ada pada tongkatnya "I wish it was me, Dad". Dia mengambil tongkat itu dan kemudian bangkit, berjalan lagi dengan lebih cepat dengan tongkatnya. Sepertinya dia merasakan energi yang lebih kuat ketika melihat tulisan itu. Dia terus berjalan cepat dengan kaki kiri dan tongkat di kanannya.
Orang-orang yang melewatinya dari balik arah hanya melihat dan berdecak kagum dengan usahanya. Mulai dari penumpang kendaraan umum yang bercerita, pemilik warung, hingga orang-orang yang sedang bercanda di halaman rumah yang dia lewati. Dia terus berusaha, sampai dari jauh terlihat seorang anak kecil di garis finis bangkit dari jongkoknya dan berteriak, "Itu dia".
Semua orang yang berada di garis finis mulai bertepuk tangan dan memberikan dukungan padanya. Semua orang tersenyum dan anak- anak berlari di belakangnya. Video live dan berbagai gambar muncul di media sosial dari orang-orang yang memegang hand phone mereka. Bermunculan komentar dari netizen yang melihat video dan gambar itu.
Ada yang mengatakan alasannya mengikuti lomba itu agar bisa memenangkan hadiah untuk mengobati ayahnya. Semua peserta yang sudah finis terlebih dahulu, menunggunya untuk mencapai garis. Orang-orang tersentuh dan mengumpulkan dana untuknya.
Seketika dia mencapai garis finis dan terjatuh. Singkat cerita, ayahnya dibawa ke rumah sakit. Dia mengikuti dari belakang menuju ruang ICU. Seorang dokter yang ternyata juara bertahan maraton itu menghampirinya. Tanpa berkata, dokter mengangguk pelan dan menepuk pundaknya kemudian masuk ke ruangan ICU.
Pembaca yang kreatif, rasa syukur dan usaha maksimal membuat sesuatu yang tidak mungkin bisa terjadi. Itulah makna yang bisa kita petik. Saya teringat pesan Pak Widodo, Kepala KPP Pratama Semarang Timur yang beberapa hari lalu meminta saya untuk mengisi In House Training untuk pegawai (Sahabat 504, sapaan khas mereka).
Mungkin sulit untuk meraih target yang ditentukan hanya dengan waktu yang singkat. Namun ketentuan Allah sangat bisa berbeda dengan hitungan atau prediksi manusia. Yang terpenting kita SIAP 100 persen memaksimalkan keyakinan kita.
Ternyata SIAP adalah singkatan Sepenuh hati, Ikhlas, Amanah, dan Pantang menyerah. Pertanyaannya adalah, apakah Anda sudah SIAP memaksimalkan potensi untuk meraih target yang anda tentukan? Mengikuti semangat Sahabat 504, jawabannya SIAP 100 persen. Sehat dan teruslah terinspirasi.