REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegiat Komunitas Akar Tuli Ahmad Fathi Khalidi berharap orang yang memiliki disfungsi fisik mendapat pelayanan yang sama dari negara dan dapat menjalani kehidupan sebagaimana warga negara biasa.
"Perlakuan dan penerimaan yang mengabaikan anak atau masyarakat difabel akhir-akhir ini harus menjadi cermin bagi bangsa Indonesia khususnya Pemerintah untuk lebih memperhatikan dan memperjuangkan hak masyarakat difabel," kata Ahmad Fathi dalam keterangannya yang juga merupakan Mahasiswa Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya Malang.
Bagi Fathi, hendaknya setiap pihak bisa memahami dan menghargai keterbatasan fisik yang dimiliki kaum difabel dan tidak menyamakan sikap dan perilaku seperti pada orang-orang pada umumnya.
Seperti halnya bagi kaum difabel yang mengalami tuna rungu atau tuna wicara, dirinya berharap setiap pihak bisa memahami komunikasi mereka dengan cara yang bisa mereka lakukan.
"Hak bahasa isyarat dan berbicara tanpa paksaan sesuai kenyamanan masing-masing untuk teman-teman tuli. Saya berharap tiap-tiap masyarakat dapat memahami dan tidak berupaya untuk meminta memahami cara komunikasi pada umumnya," ujar Fathi yang juga merupakan cucu Wakil Presiden KH Maruf Amin.
Dirinya berharap agar keberpihakan pemerintah nyata bagi kaum difabel maka perlu dialokasikan khusus akses anggaran yang memadai bagi kaum difabel yang jumlahnya merata di seluruh tanah air.
"Pemerintah perlu mengalokasikan dana pendidikan bagi anak tuli/hoh dan difabel lainnya secara khusus dari alokasi 20 persen anggaran pendidikan yang sudah diatur dalam Undang-Undang. Juga mendorong literasi inklusif terhadap difabel di masyarakat, dunia pendidikan maupun dunia kerja," ujarnya.