REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bukit Asam (PTBA) berupaya meningkatkan portofolio pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) hingga 2026. Direktur Utama PTBA Suryo Eko Hadianto mengatakan perusahaan kian fokus dalam pembangkit EBT dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di lahan bekas tambang dan masyarakat.
Suryo mengatakan PTBA akan membangun tiga PLTS di PLTS Ombilin, Sumatra Barat; PLTS Tanjung Enim, Sumatra Selatan; dan PLTS Bantuas, Kalimantan Timur; yang mana pengembangan ketiga PLTS ini akan dilakukan secara bertahap dengan target masing-masing kapasitas maksimal mencapai 200 megawatt.
"(PLTS) ini semuanya memanfaatkan lahan lahan bekas area tambang," ujar Suryo saat jumpa pers terkait kinerja Bukit Asam bertajuk 'Langkah dan Strategi Transformasi PTBA menuju Bisnis Energi di 2026' di Jakarta, Jumat (10/12).
Suryo menyampaikan PTBA juga mengalokasikan dana CSR untuk pengembangan PLTS pada 2022 dengan target 10 PLTS untuk mengatasi persoalan pengairan pada lahan pertanian di Sumatra Selatan dan Lampung.
Suryo menambahkan PTBA juga melaksanakan hilirisasi batubara yang akan memberikan nilai tambah dalam mendukung ketahanan energi nasional melalui program pengembangan coal to chemicals (DME).
"Proyek DME PTBA saat ini berjalan sesuai dengan rencana dan akan segera terealisasi sebagai bentuk komitmen atas terbitnya Perpres 109 tahun 2020 yang ditandatangani pada 17 November 2020 oleh Bapak Presiden Joko Widodo," ucap Suryo.
Suryo mengatakan terdapat dua proyek PTBA yang masuk menjadi proyek strategis nasional yakni proyek hilirisasu gasifikasi batubara di Tanjung Enim dan Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) di Tanjung Enim.
Suryo menyampaikan PTBA telah menandatangi perjanjian kerja sama pengembangan DME dengan PT Pertamina (Persero) dan Air Products & Chemicals Inc (APCI) dari Amerika Serikat yang disaksikan Menteri BUMN Erick Thohir Los Angeles, Amerika Serikat, beberapa waktu lalu.
"Pada kesempatan yang sama juga dilakukan penandatanganan perjanjian pengolahan DME yang menjadi bagian dari kerja sama pengembangan DME tersebut," ungkap Suryo.
Suryo menyebut proyek strategis nasional di Tanjung Enim selama 20 tahun tersebut mendatangkan investasi dari APCI sebesar 2,1 miliar dolar AS atau sekira Rp 30 triliun. Menurut Suryo, proyek tersebut akan mengutilisasi 6 juga ton batubara per tahun dan menghasilkan 1,4 juta DME per tahun serta mampu mengurangi impor LPG sekira 1 juta ton per tahun. Suryo berharap hal ini akan membantu perbaikan neraca perdagangan dan banyak benefit lainnya bagi negara.
"Kerja sama ini menjadi portofolio baru bagi perusahaan yang tidak lagi sekedar menjual batu bara, tetapi juga mulai masuk ke produk-produk hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah," tambahnya.
PTBA, lanjut Suryo, juga berencana membangun PLTU Mulut Tambang Sumsel-8 berkapasitas 2x620 MW. Suryo menargetkan proyek strategis dengan nilai investasi sebesar 1,68 miliar dolar AS dapat beroperasi penuh secara komersial pada kuartal I 2022.
Kata Suryo, PLTU Sumsel-8 merupakan bagian dari program 35 ribu Mw yang bekerja sama dengan melalui PT Huadian Bukit Asam Power (HBAP) sebagai pengembang listrik (Independent Power Producer atau IPP).
"PT HBAP merupakan konsorsium antara PTBA dengan China Huadian Hongkong Company Ltd. Proyek PLTU ini nantinya membutuhkan 5,4 juta ton batu bara per tahun. Penyelesaian proyek ini sudah sekitar 94 persen pada November 2021," sambung Suryo.
Suryo menyebut PLTU Sumsel-8 menggunakan teknologi ramah lingkungan yakni super critical dalam menekan emisi gas buang. Selain itu, ucap Suryo, PLTU Sumsel-8 juga akan menerapkan teknologi flue gas desulphurization atau FGD untuk menekan emisi dan mendukung pencapaian net zero emission.