REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyampaikan realisasi penyediaan 11 juta liter minyak goreng murah dalam kemasan sederhana baru terdistribusikan sebanyak 2,3 juta liter atau 20,9 persen. Masih minimnya realisasi itu karena industri minyak goreng harus menyeimbangkan produksi antara minyak goreng kemasan sederhana dan premium.
"Sampai saat ini memang harus diseimbangkan antar kemasan sederhana dan premium karena kemasan premium juga dikonsumsi masyarakat," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, dalam konferensi pers, Jumat (10/12).
Oke mengatakan, sejauh ini penyediaan minyak goreng murah dengan harga Rp 14 ribu per liter itu sudah tersebar di 18 provinsi. Pemerintah menargetkan akhir bulan ini sebanyak 11 juta liter bisa tersedia di seluruh wilayah Indonesia.
Langkah itu, kata Oke, ditujukan untuk mengamankan pasokan minyak goreng terjangkau pada saat momen libur Natal dan Tahun Baru. "Kami tetap berkoordinasi dengan produsen untuk segera mempercepat jumlah realisasinya dan memperluas wilayah penyalurannya.
Ia pun menjelaskan, harga yang ditetapkan sebesar Rp 14 ribu per liter memang sudah melebihi dari harga acuan pemerintah sebesar Rp 11 ribu per liter. Itu lantara harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) telah melonjak yang tembus hingga di atas 1.000 dolar AS per metrik ton.
Adapun, penetapan harga acuan sebesar Rp 11 ribu per liter mengacu pada rata-rata harga CPO sebesar 600 dolar AS per metrik ton. "Harga acuan itu sudah tidak menjadi acuan saat ini karena sudah tidak pas lagi," kata Oke.
Kemendag, kata Oke, hingga saat ini masih terus melakukan kajian terhadap penyesuaian harga acuan minyak goreng nasional. Namun, sebelum harga acuan baru ditetapkan, pemerintah bersama industri minyak goreng terus berupaya melakukan penyediaan minyak goreng dengan harga Rp 14 ribu per liter.