REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketua Umum Majelis Pengurus Pusat Ikatan Saudagar Muslim se-Indonesia (MPP ISMI) Ilham Akbar Habibie menyampaikan pengusaha Muslim harus lebih inovatif dan kolaboratif. Sebab, tantangan sekarang ini adalah perubahan dalam industri karena perkembangan teknologi.
"Kita harus menyesuaikan kepada itu. Maka kita sebagai umat Muslim harus lebih inovatif dan lebih kolaboratif," kata dia kepada Republika.co.id di sela-sela agenda Rakornas ke-4, Milad ke-9 dan Silaturahmi Bisnis ke-13 ISMI di Bandung, Jumat (10/12).
Ilham melanjutkan, bila mengacu data statistik, kontribusi dari umat Muslim terhadap ekonomi nasional belum sesuai dengan proporsinya, di mana jumlah umat Muslim di Indonesia sebesar 87 persen dari total penduduk. Padahal, jika ekonomi umat Muslim kuat, maka otomatis ekonomi nasional juga akan menjadi lebih kuat.
Namun, dia mengakui, kontribusi umat Muslim terhadap ekonomi nasional saat ini masih menjadi tantangan. Menurut Ilham, salah satu cara mengatasi persoalan tersebut dengan pendekatan pendidikan. Ini diperlukan supaya semakin banyak yang memahami teknologi dan tahu bagaimana berinovasi pada teknologi digital dan teknologi lainnya.
"Karena kalau kita mau bersaing di industri yang sudah ada, ya kita susah. Kita harus lebih bermain di industri yang inovatif. Karena itu, semuanya masih mencari bentuk kan," tutur dia.
Saat ini pendapatan per kapita Indonesia masih di sekitar 4.000 dolar AS atau sekitar Rp 58 juta per tahun (asumsi Rp 14.500 per dolar). Untuk menjadi negara maju dengan pendapatan tinggi dan bukan lagi pendapatan menengah ke atas, maka dibutuhkan tiga kali lipat dari itu, yakni sekitar 12 ribu dolar per kapita.
Untuk mencapainya, Ilham menuturkan, selain pendidikan di antaranya juga dibutuhkan upaya peningkatan produksi dalam negeri. "Kalau mengandalkan konsumsi, ya boleh, tetapi yang kita konsumsi itu buatan Indonesia atau impor?" ujarnya.