REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Polres Tasikmalaya menerima laporan adanya dugaan pencabulan yang dilakukan oleh salah seorang guru pesantren di wilayah Tasikmalaya selatan. Saat ini, aparat kepolisian masih melakukan pendalaman.
Kepala Unit (Kanit) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tasikmalaya Aipda Josner Ali mengatakan pihaknya telah menerima laporan kasus itu dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya pada Kamis (9/12). Dalam laporan itu, terdapat dua orang yang diduga menjadi korban pencabulan.
"Kami masih melakukan pendalaman. Korban sementara dua orang di laporan itu," kata dia, Jumat (10/12).
Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto mengatakan pihaknya menerima pengaduan dari terkait kasus itu sekitar 20 hari ke belakang. Setelah menerima laporan, KPAID melakukan investigasi secara mandiri. Hasilnya, menurut dia, peristiwa pencabulan itu benar terjadi. "Korban lebih dari satu," ungkap dia saat dikonfirmasi Republika, Jumat.
Menurut Ato, terdapat sembilan nama yang diduga menjadi korban pencabulan itu. Dari sembilan orang itu, baru lima orang yang berhasil diterapi oleh KPAID.
Setelah melakukan pendampingan psikis dan berkoordinasi dengan orang tua, KPAID melakukan pelaporan ke Polres pada Selasa (7/12) dan Kamis (9/12). Pelaporan dilakukan oleh KPAID lantaran orang tua tak memungkinkan untuk membuat laporan.
Dalam laporan yang dibuat, terdapat dua korban dugaan pencabulan. Sebab, menurut Ato, baru dua orang itu yang buktinya cukup secara hukum. "Memang yang lain mengakui dicabuli, tapi kita tak cukup bukti secara hukum. Sementara hanya dua orang ini," kata dia.
Ato menerangkan korban seluruhnya masih berusia anak saat dugaan pencabulan itu dilakukan. Namun, saat ini beberapa anak sudah ada yang di atas 18 tahun sebab diduga kejadian itu dilakukan sejak lima tahun lalu. "Itu TKP di pesantren," jelas Ato.