REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cucu Presiden ke-2 Soeharto, Haryo Putra Nugroho Wibowo, berbagi kisah tentang incognito (kunjungan sembunyi-sembunyi) yang kerap dilakukan kakeknya. Menurut dia, cerita incognito tidak akan bisa selesai dipaparkan dalam satu hari.
Meski begitu, kata dia, ada satu hal menarik setiap pergerakan incognito Soeharto. Jika Soeharto baru bertemu rakyat kecil setelah terpilih maka pejabat sekarang bertemu rakyat agar dipilih selama kampanye.
"Seperti kita tahu, incognito, blusukan, apapun namanya, rata-rata dilakukan dua tahun sebelum pemilihan. Bukan begitu? Tapi lucunya dan menariknya, perjalanan incognito Pak Harto dilakukan setelah dua tahun beliau terpilih 1970," kata Haryo saat peluncuran buku 'Legasi Pak Harto' yang disiarkan akun Youtube Indonesia International Book Fair IKAPI dikutip Republika di Jakarta, Ahad (12/12).
Presiden Soeharto memang mulai memegang 'kekuasaan' pada 1966. Namun, ia baru secara resmi menjadi presiden yang dilantik oleh MPRS pada 26 Maret 1968.
Haryo pun mengutip kesaksian incognito dalam buku tersebut berdasarkan pengakuan Gubernur Jawa Barat Solihin Gautama Purwanegara. "Kedatangan Pak Harto sebagai Presiden, Tritunggal daerahnya saja, atau yang kita kenal Forkopimda saat ini tidak tahu bahwa Pak Harto akan berkunjung ke mana. Inilah yang diartikan incognito sejati," ucap Haryo.
Dia menekankan, muruah incognito yang sebenarnya adalah kunjungan tersamar. Setiap kunjungan yang dilakukan Presiden ke-2 RI benar-benar tidak diketahui pejabat pusat maupun daerah yang akan dikunjungo. Menurut Haryo, ada juga cerita seorang gubernur mendampingi Pak Harto makan siang.
"Gubernur tersebut mengundang Pangdam, dan Pangdam tersebut terkejut ada Pak Harto di situ. Nah, ini kan memperlihatkan bahwa Pak Harto betul-betul melakukan perjalanannya secara incognito, secara tersamar, secara tertutup desa ke desa, kampung ke kampung, tidur di tempat pesantren, tidur di tempat rumah makan, hadir bersama rakyat, dan ini membuahkan hasil," ucap Haryo.
Dia melanjutkan, hasil incognito itu terbukti dengan indeks rasio gini pada zaman itu hanya 0,2. Kemudian, pada saat era Reformasi, indeks menjadi 0,4. Dan sekarang indeks rasio gini turun sedikit menjadi 0,39. Haryo menyebut, hal itu menunjukkan hasil incognito yang dilakukan Soeharto tidak berbohong dan membuahkan hasil nyata.
"Masih banyak yang bisa kita kupas dari incognito Pak Harto, dan saya khususnya terima kasih diceritakan (di buku) zaman itu betul-betul sulitnya Pak Harto harus mengenalkan dirinya kepada masyarakat bahwa dirinya adalah Presiden terpilih, bayangkan?"
Dia pun membandingkan dengan pejabat sekarang, yang bertemu rakyat dengan memperkenalkan diri sebagai calon presiden. "Masuk kota, masuk desa, masuk kecamatan, perkenalkan diri saya calon presiden. Tapi kalau Pak Harto tidak, justru Pak Harto mulai memperkenalkan diri baru ditunjuk dan diberikan mandat oleh MPRS pada zaman itu. Jadi menurut saya cerita tentang incognito banyak sekali yang bisa dipelajari," kata Haryo.