Ahad 12 Dec 2021 12:02 WIB

Menteri PPPA Serukan Dukungan Pengesahan RUU TPKS

UU TPKS diklaim mampu menghapus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham Tirta
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga.
Foto: SIGID KURNIAWAN/ANTARA
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengajak semua pihak turut serta berjuang menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menurut dia, salah satu caranya dengan mendukung dan mengawal agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dapat segera disahkan.

Bintang menekankan, berbagai upaya Kemen PPPA tidak akan mencapai hasil optimal tanpa adanya payung hukum yang mengatur perlindungan kekerasan terhadap perempuan dan anak secara komprehensif. "Saya meminta semua pihak untuk mendukung dan mengawal agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat segera disahkan. Mari kita bangun semangat dan sinergi baru, untuk mewujudkan perlindungan menyeluruh dan sistematik," kata Bintang dalam keterangan pers, Ahad (12/12).

Baca Juga

 

Bintang mengungkapkan, pandemi menyebabkan perempuan dihadapkan dengan berbagai isu sosial baru. Selain dampak ekonomi dan kesehatan mental yang ditimbulkan, penggunaan internet yang semakin masif di masa pandemi telah meningkatkan risiko perempuan mengalami kekerasan berbasis gender online (KBGO).

Data Komnas Perempuan mencatat, pada 2020 angka kekerasan berbasis gender siber mengalami kenaikan pesat, hampir 400 persen. Data SAFENet juga menunjukkan tren serupa, yakni pada 2020 laporan penyebaran konten intim secara non-konsensual mengalami peningkatan sebesar 375 persen.

 

"Terdapat pergeseran pola-pola kekerasan di masa pandemi, seperti meningkatnya KBGO dan angka dispensasi perkawinan anak, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang biasa mendominasi tren kasus kekerasan di tahun-tahun sebelumnya, juga tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan,” ujar Bintang.

 

Data SIMFONI PPA pada Januari – 2 Desember 2021, menunjukkan kasus KDRT mendominasi bentuk kekerasan yang paling banyak dilaporkan, yakni 74 persen dari total 8.803 kasus. Data tersebut juga mengungkapkan, selama pandemi pada 2021 terdapat 12.559 kasus kekerasan terhadap anak.

Kasus kekerasan seksual menjadi kasus kekerasan terhadap anak yang paling banyak dilaporkan, yakni 60 persen dari total kasus. "Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa di masa pandemi, anak juga tidak terbebas dari ancaman kekerasan," kata Bintang.

Direktur LBH APIK Jakarta, Siti Mazuma mengungkapkan, berdasarkan catatan akhir tahun LBH Apik Jakarta, sepanjang 2021 terdapat 1.321 aduan kasus yang masuk. Angka tersebut meningkat drastis dibandingkan pada 2020, yaitu 1.178 kasus.

“Dari total pengaduan yang masuk, KBGO menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan, yakni 489 kasus, disusul kasus KDRT 374 kasus, tindak pidana umum 81 kasus, Kekerasan dalam pacaran 73 kasus, dan kekerasan seksual dewasa 66 kasus,” ungkap Zuma.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement