REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Metode belajar di masa kejayaan Islam telah menghasilkan ulama-ulama terbaik yang pemikiran dan kitab-kitabnya masih dikaji hingga kini.
Banyak dari mereka yang tidak hanya paham ilmu agama, tapi juga mahir di bidang lainnya.
Cara belajar ini dijelaskan oleh Imam Syafii, seorang ulama besar yang sebelumnya berguru kepada Imam Malik. I
mam Syafii menekankan etika seorang murid kepada gurunya untuk mendapatkan ilmu yang maksimal.
Hal ini diuraikannya dalam syair seperti yang dijelaskan Muhammad Ibrahim Salim dalam Syarah Diwan Imam Asy-Syafi'i sebagai berikut:
اِصبِر عَلى مُرِّ الجَفا مِن مُعَلِّمٍ# فَإِنَّ رُسوبَ العِلمِ في نَفَراتِهِ #وَمَن لَم يَذُق مُرَّ التَعَلُّمِ ساعَةً#تَذَرَّعَ ذُلَّ الجَهلِ طولَ حَياتِهِ #وَمَن فاتَهُ التَعليمُ وَقتَ شَبابِهِ #فَكَبِّر عَلَيهِ أَربَعاً لِوَفاتِهِ #وَذاتُ الفَتى وَاللَهِ بِالعِلمِ وَالتُقى# إِذا لَم يَكونا لا اِعتِبارَ لِذاتِهِ
Artinya: “Sabarlah kamu akan pahitnya seorang guru, sebab mantapnya ilmu karena banyaknya guru. Barang siapa yang tak sudi merasakan pahitnya belajar, Ia akan bodoh selama hidupnya. Barang siapa yang ketinggalan belajar pada waktu mudanya, bertakbirlah kepadanya empat kali, anggap saja ia sudah mati. Seorang pemuda akan berarti apabila ia berilmu dan bertakwa, apabila kedua hal itu tidak ada dalam dirinya maka pemuda itu pun tak bermakna lagi.”
Bagi Imam Syafii, bersabar saat proses pembelajaran dan hormat kepada guru adalah kunci kesuksesan. Seorang murid jika melukai hati gurunya, berkah ilmunya akan tertutup dan ia hanya mendapat sedikit manfaat. Karena etika kepada guru yang dipegang teguh ini, Imam Syafii menjadi ulama dengan keilmuan yang diakui hingga saat ini.