Oleh : Ustadz Yendri Junaidi Lc MA, dosen STIT Diniyyah Puteri Padang Panjang, alumni Al-Azhar Mesir
REPUBLIKA.CO.ID, —Di sebuah pengajian di Batusangkar, seorang Ibu bertanya bagaimana menjawab pertanyaan anaknya yang masih berusia sekitar 8 atau 9 tahun.
Di antara pertanyaan anaknya adalah: "Ma, mengapa Allah menciptakan orang kafir lalu kemudian Dia siksa mereka di neraka? Kenapa tidak Dia ciptakan semua manusia beriman?"
Di kesempatan lain si anak juga bertanya, "Ma, orang yang pahalanya lebih banyak dari dosanya kan di surga, dan orang yang dosanya lebih banyak dari pahalanya kan di neraka. Nah, kalau pahalanya dan dosanya sama banyak dimana nanti tempatnya?"
Sebelum menjawab pertanyaan Ibu itu saya mengapresiasi anaknya yang melontarkan pertanyaan-pertanyaan 'besar' itu. Saya juga minta Ibu tersebut untuk membuka ruang yang luas untuk anaknya melontarkan berbagai pertanyaan 'berani' seperti itu.
Saya yakin, banyak pertanyaan-pertanyaan 'berani' dan 'tidak biasa' dilontarkan anak-anak pada orang tuanya. Bahkan dulu ketika kita berada di usia itu, kita juga punya banyak pertanyaan yang sama atau bahkan lebih berani yang tak jarang membuat orang tua dan guru kita bingung atau bahkan kesal.
Tapi pertanyaan-pertanyaan 'besar' itu secara perlahan terpinggirkan, bahkan hilang sama sekali. Tak jarang seorang anak, atau mungkin kita juga dulu, mendapatkan respons yang tidak 'membahagiakan' dari orang yang ditanya, baik orang tua maupun guru. Jawaban-jawaban seperti, "Itu tidak boleh dipertanyakan. Yakini saja," atau, "Kamu masih kecil, belum saatnya menanyakan hal itu," dan sebagainya sering ia dapatkan atas rasa keingintahuannya. Akhirnya ia diam. Bungkam. Tidak mau lagi atau berani bertanya. Bahkan sekedar untuk memikirkannya saja takut atau enggan.
Sesungguhnya apa yang ditanyakan oleh anak Ibu itu dan anak-anak lain seusianya merupakan cerminan dari fitrah yang suci semula jadi. Fitrah yang bersih, belum terkontaminasi. Fitrah yang lurus, bukan yang sudah menjurus. Fitrah yang merupakan hakikat dari Islam itu sendiri.
فطرة الله التي فطر الناس عليها
“Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.”(QS Ar Rum 30)
Baca juga: Mualaf Koh Asen, Tergugah Buku Seputar Alam Gaib
Fitrah manusia yang selalu mempertanyakan keadilan, kemana semua akan berakhir, siapa yang berada di balik drama kehidupan ini, mengapa begini dan mengapa begitu, dan sebagainya.
Ketika berbagai pertanyaan polos itu dibungkam dan dimentahkan, maka fitrahnya akan terganggu. Ketika rasa ingin tahunya dimatikan maka ia akan kehilangan daya kritis.