Senin 13 Dec 2021 15:33 WIB

Filsuf AS Sebut Reformasi Arab Saudi Perlu Pemikiran Kritis

Arab Saudi menggelar konferensi filsafat pertama.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Filsuf AS Sebut Reformasi Arab Saudi Perlu Pemikiran Kritis. Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman
Foto: AP/Amr Nabil
Filsuf AS Sebut Reformasi Arab Saudi Perlu Pemikiran Kritis. Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Kesiapan Arab Saudi untuk menyebarkan pemikiran kritis akan menentukan apakah upaya reformasi yang diluncurkan di sana berhasil. Hal ini disampaikan oleh filsuf politik Amerika Serikat Michael Sandel setelah berpartisipasi dalam konferensi filsafat pertama kerajaan ultra-konservatif itu.

Sandel adalah profesor Universitas Harvard yang digambarkan oleh Times Literary Supplement sebagai filsuf hidup yang paling penting dan berpengaruh. Filsafat tidak diajarkan di universitas-universitas Saudi karena dianggap sebagai pemikiran sesat selama beberapa dekade.

Baca Juga

"Terlibat dalam diskusi filosofis, terutama dalam keadaan seperti ini, adalah tantangan, bahkan tindakan yang berisiko. Saya merasa itu adalah risiko yang layak diambil," kata Sandel, dilansir di Al Araby, Ahad (12/12).

Sandel mengatakan, sulit untuk memprediksi apa yang akan menjadi tujuan akhir dari eksperimen Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS). "Tetapi mempromosikan pemikiran kritis, saya pikir, setidaknya patut dicoba," katanya, seraya menambahkan generasi muda Arab Saudi tampaknya lapar untuk terlibat dalam diskusi filosofis.

Sandel mengatakan terlalu dini untuk menarik kesimpulan tentang motivasi di balik upaya reformasi. "Saya ingin mendorongnya, bahkan ketika menyadari bahwa ada risiko dan ketidakpastian tertentu pada jalannya pada akhirnya," tambahnya.

"Apakah ini pembukaan sejati untuk filsafat dan pemikiran kritis? Saya tidak yakin. Hanya waktu yang akan menjawab. Yang bisa saya katakan adalah, jika ada kemungkinan untuk mendorong filsafat dan pemikiran kritis di Arab Saudi, itu yang perlu dieksplor," ucapnya.

Konferensi tersebut merupakan bagian dari langkah Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS), yang berusaha untuk menghidupkan kembali reputasinya setelah rusak oleh catatan hak asasi manusia yang buruk, perang di Yaman, dan pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi di konsulat kerajaan di Istanbul pada 2018.

Pangeran MBS adalah penguasa de facto kerajaan, pengekspor minyak utama dunia dan sekutu utama AS. Dia telah bergerak selama lima tahun terakhir untuk mengonsolidasikan kekuasaan dan mengesampingkan saingan dan menahan ratusan ulama, jurnalis, bangsawan dan aktivis.

Pangeran MBS juga mencabut larangan mengemudi wanita. Kerajaan juga membuka bioskop, konser, dan pariwisata dalam upaya untuk mendiversifikasi ekonomi dari minyak.

https://english.alaraby.co.uk/news/philosopher-says-saudi-reforms-need-critical-thinking

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement