REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dikeluarkannya RUU Pemilu dari Prolegnas 2021, telah memupus harapan bagi partai politik untuk mengurangi ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold (PT) . Artinya, PT masih tetap dipatok 4 persen berdasarkan UU Pemilu tahun 2019.
Dengan ambang batas sebesar 4 persen tersebut, maka dari parpol yang ada hanya tujuh di antaranya yang elektabilitasnya sudah melewati ambang batas parlemen atau parliamentary threshold terebut. Padahal, menurut pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga, jika PT menjadi nol persen maka nantinya biaya politik bisa menjadi rendah.
"Kalau memang PT menjadi nol persen, maka nanti cost atau biaya politik menjadi rendah. Setidaknya mahar untuk menjadi capres dan cawapres dapat ditekan seminimal mungkin," kata dia kepada Republika, Senin (13/12), menanggapi terkait Ketua KPK Firli Bahuri yang menginginkan PT menjadi nol persen. .
Ritongan mengatakan, partai politik yang memiliki suara besar, mantinya tidak akan lagi semena-mena menetapkan mahar politik. Sebab, parpol lain juga berhak mengusung calon, sehingga capres dan cawapres bisa beralih ke Parpol lain.
Sehingga, dia menambahkan, bila cost politik capres dan cawapres rendah, maka akan berimplikasi pada menurunnya perilaku koruptif jika mereka nantinya terpilih. Mereka tidak lagi berpikir untuk mengembalikan modal yang sudah dikeluarkannya atau mengembalikan kesepakatan dengan pihak sponsor.
"Jadi, perilaku koruptif diharapkan dapat ditekan. Hal ini tentu akan meringankan beban KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya," kata Ritonga.