Selasa 14 Dec 2021 07:36 WIB

Alasan Polisi tak Kenakan UU Tipikor di Kasus Rachel Vennya

Rachel memberikan uang Rp 40 juta kepada Ovelina Pratiwi untuk tak jalani karantina.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Terdakwa kasus pelanggaran prokes kekarantinaan kesehatan Rachel Vennya (kiri) berbincang dengan Salim Nauderer saat menjalani sidang acara pidana singkat di Pengadilan Negeri Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Jumat (10/12/2021). Majelis hakim memvonis selebgram Rachel Vennya dengan hukuman empat bulan penjara dengan masa percobaan delapan bulan dan denda sebesar Rp50 juta karena terbukti bersalah atas melakukan tindak pidana terkait karantina kesehatan.
Foto: Antara/Fauzan
Terdakwa kasus pelanggaran prokes kekarantinaan kesehatan Rachel Vennya (kiri) berbincang dengan Salim Nauderer saat menjalani sidang acara pidana singkat di Pengadilan Negeri Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Jumat (10/12/2021). Majelis hakim memvonis selebgram Rachel Vennya dengan hukuman empat bulan penjara dengan masa percobaan delapan bulan dan denda sebesar Rp50 juta karena terbukti bersalah atas melakukan tindak pidana terkait karantina kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi membeberkan alasannya tidak tidak menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan oleh selebgram Rachel Vennya. Sementara dalam persidangan terungkap, Rachel memberikan uang sebesar Rp 40 juta kepada Ovelina Pratiwi yang juga terdakwa dalam perkara ini. 

"Terus kenapa dia tidak terapkan UU Tipikor Jawabannya UU Tipikor itu dikenakan Pasal 11 atau Pasal 12, subyek hukum harus pegawai negeri atau penyelenggara pemerintahan. Kalau freelance gitu itu bukan subjek hukum di UU di Pasal 11 tadi," ujar Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat di Mapolda Metro Jaya, Senin (13/12).

Baca Juga

Diketehui Ovelina adalah seorang protokol di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Disebutnya, uang tersebut merupakan permintaan dari pihak yang disebut sebagai Satgas. Namun, Tubagus mengatakan, pihaknya tidak bisa menjeratnya dengan undang-undang khusus tipikor karena status Ovelina bukan pegawai negeri sipil (PNS).

"Kalau misalnya ada temuan itu, kemudian mau disidik terpenuhi atau tidak terpenuhi masalah tipikornya, itu kan subjek hukumnya pegawai negeri untuk berbuat tidak berbuat ini kan OP (statusnya) dia bukan apa-apa, dia mendapat imbalan itu. Karena itu, makanya dia ditetapkan sebagai tersangka," jelas Tubagus.

Dikatakan Tubagus, dalam kasus ini ada dua berkas perkara. Pertama, berkas dengan terdakwa Rachel, kekasihnya, serta manajernya. 

Lalu, berkas kedua dengan terdakwa Ovelina selaku pihak yang membantu agar proses karantina kesehatan tak perlu dilakukan. Kemudian terkait apakah ada pihak lain di balik Ovelina, kata Tubagus, masih dalam proses pendalaman. 

"Orang di balik O keterlibatannya masih dikaji karena tidak terlibat langsung dengan urusan ini," tutur Tubagus.

Tubagus mengatakan, saat ini, pihaknya fokus menyoroti soal pelanggaran Undang-undang Wabah Penyakit dan Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan. Dalih itulah yang juga menjadi alasan polisi tidak menerapkan Undang-undang Tipikor.

"Wujud nyata pelanggaran itu dia tidak laksanakan karantina. Nah yang bantu itu si O, atas bantuan itu si O jadi tersangka," terang Tubagus.

Sebelumnya Rachel Vennya mengaku, sengaja untuk tidak mengikuti proses karantina Covid-19 setelah kembali dari Amerika Serikat. Bahkan, dia sudah mempersiapkannya sejak masih di Amerika Serikat. Dia menghubungi seseorang dan diberikan nomor telepon untuk dihubungi agar bisa kabur dari karantina.

"Pas di Amerika saya hubungi rekan saya, bantu supaya tidak di karantina dan dikasih nomor mba Ovel (Ovelina), di sana dibantuin, langsung diminta transfer Rp 40 juta," ungkap Rachel Vennya. 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement