REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menjelaskan, rancangan undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) mengatur ihwal pemindahan status ibu kota negara dan bukan pemindahannya secara fisik. Ia menambahkan, pemerintah melakukan pemindahan ibu kota negara secara bertahap dan tidak tergesa-gesa.
"Pemindahan status IKN memang di sini (RUU IKN) memang diatur pemindahan statusnya, bukan pemindahan (secara fisik) ibu kota negaranya," ujar Suharso dalam rapat dengan panitia khusus (Pansus) RUU IKN, Selasa (14/12).
Ia mengatakan, pemerintah sudah membuat rencana induk atau master plan sebagai paduan dalam proses pelaksanaan pemindahan ibu kota. "Pemindahan IKN-nya kan secara fisik ada fasenya, di sini kami sebutkan 2022 sampai 2024, 2025 sampai 2035, 2035 sampai 2045," ujar Suharso.
Terkait pembiayaan untuk pemindahan ibu kota negara, Suharso menegaskan, pemerintah juga mempertimbangkan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Terkait utang, ia menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan pembahasan yang berbeda.
"Bagaimana dengan APBN, anggaran yang berat, pembiayaan seperti ini, dan seterusnya, menurut kami itu memang tetap kami pertimbangkan. Jadi klo kita mau membicarakan isu utang, utang itu satu hal" ujar Suharso.
"Begini tidak ada satu negara yang tidak punya utang dan utang itu memang diperlukan, karena utang itu di mana modal masyarakat seluruh dunia diproduksikan dan direproduksikan," sambung Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Pemerintah ingin IKN menjadi cerminan atau role model bagi kota-kota lain dalam pembangunannya. Adapun, hal tersebut berusaha diatur dalam RUU IKN yang saat ini dibahas bersama DPR.
"Undang-Undang IKN ini bisa menjadi trendsetter cara pengelolaan penyusunan sebuah kota yang digagas dengan rigid, dan kemudian dilaksanakan dengan tingkat disiplin yang tinggi dalam hal perencanaan dan pelaksanaan," ujar Suharso.