REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Selasa (14/12), kembali menggelar acara Bedah Musik Kebangsaan bertajuk Sosialisasi Nilai-Nilai Pancasila Lewat Musik. Kali ini, acara bedah musik digelar di Kampus Universitas Sumatra Utara, Medan.
Dalam pemaparannya, Wakil Kepala BPIP Prof Hariyono mengatakan, musik adalah identitas bangsa dan sangat penting. Sehingga, pada masa lalu para pejuang seperti Ki Hajar Dewantoro memikirkan kapan bangsa Indonesia memiliki lagu kebangsaan.
"Inilah yang dipikirkan Ki Hajar Dewantara pada 1918 ditanggapi oleh WR Supratman pada 1924 dan mulai mengaransemen lagu Indonesia Raya," kata Hariyono di hadapan para peserta.
Hariyono mengatakan, bukan hal yang mudah pada masa penjajahan untuk mengaransemen lagu. Bahkan, WR Supratman pun harus ditangkap Belanda karena telah mengaransemen lagu kebangsaan.
"WR Supratman ditangkap karena lagu yang diaransemen. Maka seharusnya lagu-lagu kebangsaan bisa menggugah nasionalisme kita," kata Hariyono.
Ketua Program Studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara (USU) Rithaony Hutajulu mengatakan, tidak ada satu bangsa pun yang tak punya musik. Dan, musik ada di setiap aspek kehidupan.
"Di sejumlah negara, musik ini malah dianggap sebagai pengetahuan yang wajib, bukan sekadar hiburan," kata Ritha.
Terkait penggugah nilai kebangsaan, Ritha mengatakan semua negara menggunakan musik sebagai cara membangun nasionalisme. Dan, tak ada satu negara pun yang tak punya lagu kebangsaan.
"Dalam konteks Indonesia, bahwa di tahun 1920-an sudah terbentuk nasionalisme dari berbagai rasa persamaan senasib dan sebangsa. Jadi, muncullah karya-karya lagu yang menggetarkan dan menggugah persatuan Indonesia," kata Rita.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia yang juga menjadi pembicara dan pembedah lagu kebangsaan di acara itu mencontohkan, lagu kebangsaan berjudul Dari Sabang Sampai Merauke. Menurut Doli, lagu itu diciptakan oleh R Soerarjo pada 20 Mei 1942 dengan judul asli Barat Sampai ke Timur.
"Lagu ini diciptakan sebagai bentuk keprihatinan dan protes penciptanya karena Jepang menutup semua sekolah," kata Doli.
Dia mencontohkan pada salah satu bait lagu itu yang berbunyi "Dari sabang sampai merauke berjajar pulau-pulau". Menurut Doli, bait ini
menceritakan kebesaran Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki lebih dari 17 ribu pulau.
Kemudian, oleh Bung Karno pada suatu rapat umum di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada 1963, Bung Karno meminta izin kepada pencipta lagu ini untuk mengubah judulnya. Yakni, Dari Sabang Sampai Merauke. Di mana, pada tahun itu Indonesia sedang berjuang mengintegrasikan Papua Barat ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sosialisasi efektif
Sementara, Deputi Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan BPIP Prakoso mengatakan dulu orang mengenal Pancasila dengan doktrin seperti hafalan dan pelajaran konstitusi. Namun, untuk saat ini dibutuhkan cara-cara yang segar agar kaum milenial bisa tertarik mendalami Pancasila.
Apalagi, ada ada tawaran dari Presiden Jokowi untuk menyosialisasikan Pancasila untuk pemuda dengan sejumlah hal menarik. Misalnya, dengan kuliner, kesenian, dan film atau animasi.
"Misalnya kita mau menanamkan nilai-nilai Pancasila, kita kenalkan ke mereka dengan musik seperti lagu Bangun Pemudi Pemuda. Ini ktia sampaikan dengan musik tidak lagi seperti penataran," kata Prakoso.
Rektor USU DR Muryanto Amin mengatakan, Bedah Musik Kebangsaan yang digagas oleh BPIP merupakan suatu terobosan yang sangat baik dalam melihat nilai-nilai Pancasila. Karena, tak ada orang di muka bumi ini yang tak suka musik.
Sehingga, melalui musik penanaman dan sosialisasi nilai-nilai Pancasila akan lebih mudah tersampaikan ke kaum milenial.
Acara Bedah Musik Kebangsaan di Universitas Sumatra Utara dihadiri sejumlah narasumber dan peserta. Di antaranya yaitu Wakil Kepala BPIP Prof Hariyono, Deputi Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan BPIP Prakoso. Kemudian, Direktur Sosialisasi dan Komunikasi M Akbar Hadi Prabowo, Rektor USU DR Muryanto Amin, Ketua Program Studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara (USU) Rithaony Hutajulu, musisi dan artis dari Imdonesia Care, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia. Dan, para mahasiswa serta dosen di USU.