Selasa 14 Dec 2021 18:13 WIB

Pelaku Perjalanan Internasional Perlu Karantina tanpa Pengecualian

Ketentuan karantina pelaku perjalanan internasional didasari adanya varian omicron.

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Setiap pelaku perjalanan internasional perlu menjalani masa karantina pada fasilitas yang telah disediakan pemerintah tanpa pengecualian (ilusttrasi).
Foto: EPA-EFE/ADI WEDA
Setiap pelaku perjalanan internasional perlu menjalani masa karantina pada fasilitas yang telah disediakan pemerintah tanpa pengecualian (ilusttrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan setiap pelaku perjalanan internasional perlu menjalani masa karantina pada fasilitas yang telah disediakan pemerintah tanpa pengecualian. Bahkan saat ini, kata dia, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin yang baru pulang dari China, sudah melakukan karantina kesehatan selama 10 hari. 

"Jadi tanpa pengecualian," kata Dante saat agenda kick off vaksinasi anak usia 6-11 tahun di Sekolah Dasar Negeri 03 Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Selasa (14/12).

Baca Juga

Pernyataan itu dikemukakan Dante menjawab pertanyaan wartawan terkait kabar Anggota DPR RI Mulan Jameela dan keluarganya yang tidak menjalani karantina 10 hari sepulangnya dari mancanegara. Dante mengatakan, setiap pelanggar ketentuan karantina sesuai Surat Edaran (SE) Satgas Nomor 23 Tahun 2021 perlu ditindak secara tegas. 

"Tentu akan kami kembalikan lagi ke tempat karantina yang seharusnya. Kalau itu dalam bentuk sanksi pidana," katanya.

Menurut Dante, ketentuan karantina bagi pelaku perjalanan internasional didasari atas pertimbangan kemunculan varian baru omicron yang diyakini banyak pakar lebih cepat menular dari varian lama. "Karena itu kami memperpanjang masa karantina menjadi 10 hari," ujarnya.

Dante menegaskan, tidak boleh ada pengecualian untuk seluruh warga negara baik asing maupun Indonesia yang baru berpergian dari luar negeri. Mereka harus menjalani karantina sepuluh hari.

"Semua masuk dalam karantina yang sudah ditentukan karena pengawasan dan isolasinya lebih baik tidak di rumah tetapi di tempat karantina yang sudah ditentukan," katanya.

Hingga sekarang Indonesia sudah menjalankan lebih dari 10 ribu Whole Genome Squencing (WGS) dengan hasil laporan belum terdeteksi adanya varian omicron di Tanah Air. Istilah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 tak lagi digunakan untuk mencegah peningkatan kasus Covid-19. Sebagai gantinya, pemerintah menerapkan aturan perjalanan.

Melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 60 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 Pada Saat Natal Tahun 2021 dan Tahun Baru (Nataru) 2022, pemerintah memperketat syarat perjalanan jarak jauh yang menggunakan semua moda transportasi. Aturan ini menyebutkan bahwa pelaku perjalanan boleh melakukan mobilitas asal sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis lengkap atau dua dosis. Sedangkan seseorang yang baru mendapat satu dosis, dilarang untuk bepergian.

Kebijakan ini mendapat dukungan dari Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), dr Masdalina Pane. "Saya sepakat kalau dia sudah dua kali vaksinasi boleh bermobilisasi, kalau dia belum divaksin ya di rumah. Itu juga untuk mendorong vaksinasi," ujar Masdalina.

Selain harus sudah mendapatkan vaksinasi dosis kedua, syarat lain untuk melakukan perjalanan jarak jauh adalah memiliki dokumen negatif Covid-19 dari hasil tes antigen 1x24 jam. Anak-anak usia di bawah 12 tahun, tetap boleh melakukan perjalanan, namun disertai dengan dokumen negatif Covid-19 dari hasil tes PCR 3X24 jam.

Apabila dalam perjalanan ditemukan hasil tes positif, maka pelaku harus melakukan isolasi mandiri atau isolasi pada tempat yang telah disiapkan guna mencegah adanya penularan. Untuk orang yang belum melakukan vaksinasi lengkap atau baru menerima satu dosis saja, dilarang untuk melakukan perjalanan jarak jauh. 

Begitu juga terhadap seseorang yang tidak bisa divaksin karena alasan medis. "Balita itu dia bergantung pada orang tuanya dan tidak punya jatah vaksin, boleh pergi asal protokol kesehatannya harus ketat," kata Masdalina.

Masdalina mengatakan, jika diperlukan, masyarakat boleh bertindak tegas pada keluarga besar untuk tidak berkumpul bila ada yang belum vaksin lengkap. Vaksin Covid-19 memiliki banyak manfaat di antaranya meningkatkan kekebalan tubuh dari paparan virus corona serta mencegah mutasi baru. Dalam hal syarat perjalanan jarak jauh, Masdalina mengungkapkan bahwa tes antigen sesungguhnya tidak diperlukan untuk wilayah domestik. 

Bukti vaksinasi dosis kedua sudah cukup efektif untuk mengantisipasi peningkatan kasus Covid-19. "Kalau domestik itu kan kita selingkup, selingkup artinya sudah berada pada transmisi komunitas, kalau sudah berada pada transmisi komunitas artinya penularan itu bisa terjadi di mana saja, bukan cuma di moda transportasi," jelas Masdalina.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan setiap negara untuk memvaksinasi setidaknya 10 persen dari populasinya pada akhir September 2021. Sekurangnya 40 persen pada akhir tahun 2021, dan 70 persen populasi dunia pada pertengahan 2022.

Indonesia sendiri memiliki target 70 persen untuk memvaksinasi penduduknya hingga akhir 2021. Angka tersebut dinilai Masdalina cukup besar, namun dia yakin target yang ditetapkan oleh WHO.

"Kalau 40 persen itu akan tercapai. Kita kembalikan saja harusnya ke sistem vaksinasi nasional, bahwa vaksinasi itu dilakukan di dekat masyarakat, di mana itu? Ya puskesmas, vaksin 1 dan 2 ya puskesmas," ujar Masdalina.

Ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono, tidak melihat adanya indikasi gelombang ketiga Covid-19 akan terjadi di Indonesia. Akan tetapi, masyarakat harus sadar betul tentang pentingnya mematuhi protokol kesehatan, bahkan semua orang harus tegas untuk menyelamatkan dirinya sendiri dan keluarga.

"Kalau mau ngumpul boleh tapi sama yang udah divaksinasi. Harus tegas, kalau enggak mati. Istilahnya memang dia mau membunuh keluarganya?," ujar Pandu.

Kenaikan kasus Covid-19 dipastikan akan selalu terjadi, namun diharapkan tidak seperti pada gelombang 2 yang terjadi pada bulan Juni-Juli 2021. Pandu mengatakan, antisipasi yang paling efektif untuk menahan lonjakan kasus adalah mengimplementasikan aplikasi PeduliLindungi dengan konsisten. 

Pasalnya, tidak semua tempat umum memeriksa pengunjung dengan saksama. "Kalau mau masuk ke tempat umum harus dimonitoring, kalau ada yang ketahuan positif, langsung dibawa ke pusat karantina, kan kita tahu dari aplikasi PeduliLindungi tapi kan aplikasi itu tidak dipakai secara konsisten. Itu aja diterapkan," kata Pandu.

Dia berpesan agar masyarakat jangan mudah termakan informasi yang tidak benar terkait dengan vaksinasi dan Covid-19. Jika belum melakukan vaksinasi maka harus segera melaksanakannya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement