REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH – Arab Saudi mengatakan siap melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel. Namun hal itu harus didasarkan pada Inisiatif Perdamaian Arab tahun 2002.
“Posisi resmi dan terbaru Saudi adalah bahwa kami siap untuk menormalkan hubungan dengan Israel segera setelah Israel menerapkan elemen inisiatif perdamaian Saudi yang dipresentasikan pada 2002,” kata Perwakilan Tetap Arab Saudi untuk PBB Abdallah Al-Mouallimi dalam wawancara dengan Arab News, Selasa (14/12).
Dia menyebut, jika inisiatif itu diterapkan, Israel tidak hanya akan mendapat pengakuan dari Saudi, tapi seluruh dunia Muslim, yakni 57 negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). “Waktu tidak mengubah benar atau salah. Pendudukan Israel atas wilayah Palestina adalah salah, tidak peduli berapa lama hal itu berlangsung,” ujar Al-Mouallimi.
Inisiatif Perdamaian Arab menyerukan diakhirinya pendudukan Israel atas semua wilayah Arab pasca perang 1967. Inisiatif itu pun menegaskan dukungan bagi pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Kedua hal itu menjadi syarat jika Israel ingin membuka hubungan dengan dunia Arab.
Kekuatan Inisiatif Perdamaian Arab sebenarnya sudah sedikit terkikis. Hal itu karena empat negara Muslim memutuskan melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel tahun lalu. Mereka adalah Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), Sudan, dan Maroko. Pemerintahan mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berperan penting dalam semua kesepakatan perdamaian tersebut.
Langkah keempat negara itu merupakan pukulan telak bagi perjuangan kemerdekaan Palestina. Menurut Palestina, apa yang dilakukan UEA, Bahrain, Sudan, dan Maroko merupakan “tusukan” dari belakang.