Rabu 15 Dec 2021 05:17 WIB

Dua Institusi di Kemenhan Sebaiknya Dimerger Atasi Masalah Pengadaan Alutsista

Connie Rahakundini sebut TNI hanya jago kandang dan sarankan ganti nama.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Erik Purnama Putra
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Kemenhan) periode 2019-2020, Laksamana Madya (Purn) Agus Setiadji (tengah) bersama empat mantan KSAL.
Foto: Ist
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Kemenhan) periode 2019-2020, Laksamana Madya (Purn) Agus Setiadji (tengah) bersama empat mantan KSAL.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Kemenhan) periode 2019-2020, Laksamana Madya (Purn) Agus Setiadji menyarankan dua institusi di Kemenhan dimerger. Ia menilai, hal itu dilakukan agar masalah pengadaan dan pengembangan alat utama sistem senjata (alutsista) bisa berjalan dengan baik.

Agus mengaku setuju jika Badan Sarana Pertahanan (Baranahan) serta Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenhan dilebur menjadi satu organisasi. Ia menuturkan, saat ini, posisi Kepala Baranahan dan Kepala Balitbang Kemenhan dijabat oleh perwira tinggi (pati) berpangkat bintang dua.

Baca Juga

"Baranahan dan Balitbang digabung sama seperti di Korsel dan China, dipimpin oleh bintang tiga," kata Agus saat peluncuran buku 'Arah Kemandirian Pertahanan' di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (14/12).

Selain itu, Agus juga menyinggung posisi Kepala Bidang (Kabid) Matra Pengadaan Kemenhan yang dipimpin kolonel. Menurut dia, jabatan tersebut sangat tidak efektif karena kolonel harus berurusan terkait masalah pengadaan dengan kepala staf matra masing-masing dan menjadi tidak sinkron. Sehingga, ia menyebut, sebaiknya jabatan Kabid Matra dilebur saja menjadi satu agar koordinasi pengadaan dengan kepala staf bisa berjalan dengan baik.

Agus pun mengusulkan, organisasi baru yang mengurus tentang pengadaan hasil merger di Kemenhan bisa diisi dengan pejabat sipil. "Saya sarankan penggabungan organisasi, antara sipil dan militer, dan Bappenas ada di situ, ada staf dan lainnya," ujar mantan Kepala Baranahan Kemenhan tersebut.

Dia juga menyarankan agar industri pertahanan yang memiliki produk sejenis dimerger menjadi perusahaan besar. Misalnya, kata Agus, PT PAL, PT Dok dan Perkapalan, serta PT Lembaga Elektronika Nasional (LEN) Industri digabung bersama dengan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI).

"Jadi merger perusahaan besar untuk kendalikan industri pertahanan untuk menjadi industri yang maju," ucapnya.

Di samping itu, menurut Agus, sebaiknya juga ada perusahaan industri pertahanan milik BUMN yang melantai di bursa saham, seperti yang sudah dilakukan oleh beberapa negara lainnya. Hanya saja, jelas dia, syarat perusahaan yang sahamnya dilepas ke publik mayoritas tetap dikuasai oleh pemerintah.

"Seperti di China dan Korsel. Kita tak ada lagi dikotomi militer dan sipil, karena teknologi isinya sama," ungkap dia.

Sementara itu, analis pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie mengusulkan agar nama Tentara Nasional Indonesia (TNI) diganti menjadi angkatan perang. Ia menjelaskan, hal itu sesuai dengan sejarah nama angkatan perang pada era kepemimpinan Presiden Sukarno.

"TNI hanya jago kandang, maaf pak, tapi TNI memang jago kandang. Harus kembali ke angkatan perang, harus punya angkatan laut, angkatan udara, dan angkatan darat perang," tegas Connie.

Connie menyebut, Indonesia dikelilingi oleh jalur laut yang sibuk dan berfungsi sebagai pintu gerbang maritim bagi arus perdagangan internasional yang vital melalui dua samudera. Karena masa depan akan membawa tantangan yang lebih berat bagi angkatan perang Republik Indonesia, sambung dia, maka harus dapat memastikan bahwa domain maritim, dirgantara, dan ruang angkasa dengan perluasan kepentingan nasional Indonesia dapat tetap terlindungi.

"Kita dapat memastikan bahwa perang (termasuk di Laut China Selatan) akan terus terjadi. Tidak mungkin negara produsen senjata rela berhenti berproduksi, sehingga berakibat pada setengah pendapatan ekonomi negaranya," tutur Connie.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement