REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, pemerintahan khusus ibu kota negara (IKN) adalah setingkat kementerian. Karena itu, pemerintah khusus IKN bertanggung jawab kepada DPR.
"IKN ini akan menjadi dapil nasional, dapil nasional siapa, dapil nasional DPR RI, dapil nasional siapa DPD RI. Karena itu dapil nasional, maka pertanggungjawabannya adalah pertanggungjawaban nasional, maka seluruh pembiayaan di sana, penerimaan di sana harus dipertanggungjawabkan kepada DPR dan DPD," ujar Suharso dalam rapat dengan panitia khusus (Pansus) rancangan undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN), Selasa (14/12).
Pembentukan pemerintahan khusus IKN, kata Suharso, tak melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Bahkan, pemerintah mengacu pada Pasal 18b undang-undang tersebut.
"Itu berdiri sendiri. UUD kita tidak satu ayat menjadi superior terhadap ayat-ayat lain. Ini norma yang sifatnya itu norma yang independen," ujar Suharso dalam rapat dengan panitia khusus (Pansus) rancangan undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN), Selasa (14/12).
Dalam Pasal 18b UUD 1945 terdapat dua ayat. Pertama berbunyi, "Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang undang."
Sedangkan ayat (2) berbunyi, "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang."
"Jadi kita tidak mungkin menciptakan sesuatu kebaruan di dalam tradisi kepemerintahan daerah yang melanggar UUD, saya kira itu jauh panggang dari api," ujar Suharso.
Anggota Pansus RUU IKN Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan, pembahasan RUU tersebut jangan sampai melanggar asas dalam UUD 1945. Terutama terkait pembentukan pemerintahan khusus IKN.
"UU IKN ini betul-betul taat asas pada UUD 1945 itu, itu yang mau kita diskusikan, kita dalami agar tidak salah. Jika kita dalami Pasal 18 (UUD 1945), baik ayat 1, ayat 2, maupun tambahannya yang sudah kita bahas terkait kekhususan itu," ujar Hinca.
Baca Juga: Moeldoko Risau Melihat Bahasa di Media Sosial