REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua tahun setelah demonstrasi mengguncang Hong Kong dan pejabat China menyalahkan harga rumah yang melambung tinggi, para pengembang properti Hong Kong berada di bawah tekanan untuk membantu meringankan krisis perumahannya.
Tidak hanya biaya hidup yang mahal, Hong Kong juga merupakan salah satu negara dengan penduduk paling padat di dunia. Hal ini membuat warganya hanya mampu menghuni apartemen yang sangat kecil bahkan terbilang tidak layak.
Ekuitas dan keterjangkauan menjadi perhatian mendesak bagi pengembang yang telah lama mendapat untung dari pasar Hong Kong yang tidak seimbang. Sementara di China daratan, tindakan keras Xi Jinping terhadap spekulasi perumahan dan praktik bisnis monopoli telah membuat banyak miliarder jatuh.
Di Hong Kong, pemerintah Carrie Lam telah mempercepat penyitaan lahan-lahan tanah luas yang dipegang oleh raja-raja lokal dan melemahkan kekuatan politik mereka. Pemerintah Hong Kong membantu membangun hampir 10.000 unit perumahan sosial.
“Mereka kapitalis -- pemenang mengambil semuanya. Itu masih semangat Hong Kong,” kata Bernard Chan, ketua Dewan Eksekutif Lam, dalam sebuah wawancara dikutip Bloomberg, Rabu (15/12).
Pengembang properti terbesar Hong Kong, termasuk CK Asset Holdings Ltd milik Li Ka-shing, Henderson Land Development Co milik Lee Shau Kee, New World Development Co milik keluarga Cheng, dan Sun Hung Kai Properties Ltd. milik Kwoks, berutang banyak kesuksesan kepada kebijakan pemerintah.
Kekayaan yang mereka kumpulkan membantu mereka berekspansi ke industri termasuk utilitas listrik dan gas, jaringan supermarket dan telekomunikasi. Pendapatan besar pemerintah yang dihasilkan dari lelang tanah telah lama mendukung sistem kapitalis pajak rendah Hong Kong, menjadikannya pusat keuangan internasional yang sukses.