REPUBLIKA.CO.ID,YERUSALEM -- Orang-orang Yahudi Israel menyamar sebagai Muslim dan menyelinap masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki. Aksi ini dilakukan oleh organisasi ekstrem Israel Returning to the Mount.
Organisasi Returning to the Mount mendorong orang Yahudi untuk masuk dan pura-pura melaksanakan shalat di kompleks Masjid Al-Aqsa. Hal ini memicu kekhawatiran di kalangan pejabat keamanan, yang memperingatkan bahwa tindakan mereka dapat memicu kekerasan.
Ketua Returning to the Mount, Raphael Morris, mengatakan kepada Channel 13, kelompok itu menekankan kepada anggotanya untuk tampil seperti orang Arab agar tidak menimbulkan kecurigaan penjaga Masjid Al-Aqsa atau Departemen Wakaf Islam, yang mengawasi tempat-tempat suci di Yerusalem. Dalam cuplikan video yang disiarkan oleh Channel 13, seorang instruktur kelompok tersebut, Yisrael, mengajarkan anggota kelompoknya melakukan shalat sambil diam-diam membacakan liturgi Yahudi.
“Visi kami adalah untuk dapat pergi ke Temple Mount setiap saat sepanjang hari, dan pada akhirnya berhasil membangun Bait Suci dan memulihkan layanan peribadahan,” kata Morris, dilansir Middle East Monitor, Rabu (15/12).
Morris bersikeras bahwa, tindakan yang dilakukannya adalah legal dan terbuka. Sejak 2003, Israel mengizinkan pemukim Yahudi masuk ke komplek Masjid Al-Aqsa hampir setiap hari. Puluhan orang Yahudi Israel menyerbu halaman Masjid Al-Aqsa dari Gerbang Mughrabi setiap hari, di bawah perlindungan polisi pendudukan Israel, dan melakukan tur provokatif, serta melakukan ibadah Talmud.
Masjid Al-Aqsa adalah situs tersuci ketiga bagi umat Islam di dunia. Sementara, orang-orang Yahudi menyebut kompleks itu sebagai Temple Mount, dan mengklaim bahwa wilayah Al-Aqsa adalah situs dari dua kuil Yahudi di zaman kuno.
Pada Oktober lalu, pengadilan Magistrat Israel memutuskan untuk mendukung orang-orang Yahudi yang berdoa di kompleks Masjid Al-Aqsa. Pengadilan Magistrat Israel tidak menganggap kegiatan orang Yahudi di kompleks Masjid Al-Aqsa sebagai tindakan kriminal.
Keputusan pengadilan Israel tersebut membuat warga Palestina khawatir bahwa kompleks Masjid Al-Aqsa akan dikuasai oleh orang Yahudi. Keputusan pengadilan Israel telah melenceng dari kesepakatan lama, yaitu umat Islam beribadah di Al-Aqsa sementara orang Yahudi beribadah di Tembok Barat di sekitar kompleks Masjid Al-Aqsa.
Keputusan pengadilan muncul setelah seorang pemukim Israel, Rabi Aryeh Lippo, meminta pengadilan mencabut perintah larangan sementara untuk memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa. Polisi Israel menerbitkan surat larangan kepada Lippo, karena dia melaksanakan ibadah di kompleks Masjid Al-Aqsa.
Perdana Menteri Palestina Mohammad Ibrahim Shtayyeh telah meminta Amerika Serikat (AS) untuk memenuhi janjinya dalam mempertahankan status quo kompleks Masjid Al-Aqsa. Shtayyeh juga menyerukan kepada negara-negara Arab untuk berdiri dalam solidaritas dengan Palestina.
"Kami memberikan peringatkan kepada Israel atas upaya untuk memaksakan realitas baru di Masjid Suci Al-Aqsa," kata Shtayyeh, dilansir Aljazirah.
Yordania, menyebut keputusan itu sebagai pelanggaran serius terhadap status historis dan status hukum Masjid Al-Aqsa. Yordania memiliki peran sebagai penjaga Al-Aqsa yang diakui dalam perjanjian damai 1994 antara Amman dan Israel.
Sorang pengacara dan ahli hukum di Yerusalem, Khaled Zabarqa, mengatakan, sistem peradilan Israel tidak memiliki yurisdiksi hukum untuk mengatur Masjid Al-Aqsa dan untuk mengubah status quo. Dari sudut pandang hukum, keputusan itu batal.
Menurut Zabarqa putusan oleh badan peradilan terendah Israel lebih mengarah kepada bentuk dukungan daripada keputusan hukum. Keputusan itu telah menimbulkan ketakutan bagi Palestina bahwa orang Yahudi akan mengambil alih kompleks Masjid Al-Aqsa, yang merupakan situs tersuci ketiga umat Islam.
Bentrokan antara warga Palestina dan pasukan keamanan Israel telah terjadi berulang kali. Karena semakin banyak orang Yahudi memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa untuk berdoa.
Warga Palestina memandang masuknya orang-orang Yahudi ke kompleks Masjid Al-Aqsa sebagai provokasi. Palestina menuduh Israel secara sistematis berusaha merusak perjanjian sebelumnya untuk memperluas kendali di atas tanah Palestina.
Dewan Wakaf Yordania (Awqaf), yang mengelola bangunan-bangunan Islam di kompleks Al-Aqsa mengatakan, putusan pengadilan Israel sebagai pelanggaran yang mencolok terhadap Islam dan kesucian masjid. Putusan tersebut merupakan provokasi yang jelas terhadap perasaan umat Islam di seluruh dunia.
Sementara kelompok militan Hamas di Jalur Gaza mengatakan, putusan pengadilan Israel adalah agresi terang-terangan terhadap Masjid Al-Aqsa. Putusan tersebut merupakan deklarasi yang jelas tentang perang yang melampaui hak-hak politik hingga agresi terhadap agama dan kesucian.
"Kami siap untuk mengusir agresi dan membela hak-hak (Palestina),” ujar pernyataan Hamas.
Mufti Yerusalem dan Palestina, Sheikh Muhammad Hussein, menyatakan keprihatinan atas putusan pengadilan Israel. Dia mengatakan, putusan itu kemungkinan dapat meningkatkan eskalasi kekerasan di kompleks Masjid Al-Aqsa
“Kami mengimbau orang-orang Arab dan Muslim untuk menyelamatkan Yerusalem dan Masjid Al-Aqsa dari keputusan invasif pendudukan di Masjid Al-Aqsha, dan kami memperingatkan semua orang terhadap pecahnya perang agama,” kata Sheikh Hussein.
Kompleks Masjid Al-Aqsa berada di Kota Tua di Yerusalem Timur yang diduduki. Kompleks tersebut merupakan bagian dari wilayah yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967. Israel mencaplok Yerusalem Timur pada 1980. Pencaplokan tersebut tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.