REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Pemerintah China akan membela hak dan kepentingan perusahaan-perusahaan asal negaranya. Hal itu disampaikan saat beredar laporan bahwa Amerika Serikat (AS) akan menambah delapan perusahaan Negeri Tirai Bambu ke dalam daftar hitam.
“China selalu menentang langkah AS untuk menggeneralisasi konsep keamanan nasional dan mengintensifkan penindasan yang tak masuk akal terhadap perusahaan Cihna,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Zhao Lijian dalam pengarahan pers Rabu (15/12) dikutip laman China Global Television Network.
Pada Selasa (14/12) lalu, Financial Times melaporkan Departemen Keuangan AS akan menambah delapan perusahaan China ke dalam daftar hitam. DJI, produsen pesawat nirawak (drone) komersial terbesar di dunia, menjadi salah satu perusahaan yang dibidik Washington.
Juru bicara DJI menolak mengomentari laporan Financial Times. Selain DJI, perusahaan China lainnya yang dimasukkan dalam daftar hitam yakni perusahaan perangkat lunak pengenalan gambar Megvii, produsen superkomputer Dawning Information Industry, spesialis pengenalan wajah CloudWalk Technology, grup keamanan siber Xiamen Meiya Pico, perusahaan kecerdasan buatan Yitu Technology, serta perusahaan komputasi awan Leon Technology dan Teknologi NetPosa.
Semua perusahaan itu dituduh terlibat dalam pengawasan terhadap Muslim Uighur. Investor AS dilarang membeli saham di perusahaan-perusahaan yang telah dicantumkan dalam daftar hitam.
China telah konsisten membantah laporan yang menyebut ada pelanggaran HAM sistematis di Xinjiang, termasuk penahanan lebih dari satu juta masyarakat Uighur. Namun Beijing tak menampik tentang adanya pusat-pusat pendidikan vokasi di sana.
Pusat itu sengaja didirikan untuk memberi pelatihan keterampilan dan keahlian kepada warga Uighur dan etnis minoritas lainnya. Dengan demikian, mereka dapat bekerja dan angka pengangguran di Xinjiang dapat berkurang.