REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- External Communications Senior Lead Tokopedia, Ekhel Chandra Wijaya, mengatakan, Tokopedia akan menindak tegas segala bentuk penyalahgunaan platform Tokopedia. Dia menyebut, terdapat jenis-jenis barang yang dilarang dan/atau dibatasi untuk diperdagangkan oleh penjual pada situsnya, salah satunya barang hasil pelanggaran hak cipta, termasuk di dalamnya buku bajakan.
"Tokopedia selalu menindak tegas segala bentuk penyalahgunaan platform Tokopedia dan/atau pelanggaran hukum yang berlaku di Indonesia. Saat ini, kami terus menindaklanjuti laporan tersebut sesuai prosedur," ungkap Ekhel kepada Republika.co.id, Rabu (15/12).
Ekhel menerangkan, pihaknya memiliki kebijakan produk apa saja yang bisa diperjualbelikan di aturan penggunaan platform Tokopedia. Setelah Republika.co.id mengecek aturan syarat dan ketentuan tersebut, pada huruf J nomor tujuh dijelaskan barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta termasuk sebagai barang yang dilarang dan/atau dibatasi untuk diperdagangkan oleh penjual.
"Barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta, termasuk namun tidak terbatas dalam media berbentuk buku, CD/DVD/VCD, informasi dan/atau dokumen elektronik, serta media lain yang bertentangan dengan Undang-Undang Hak Cipta," bunyi aturan tersebut.
Menurut Ekhel, pihaknya terus melakukan aksi kooperatif untuk menjaga aktivitas dalam platform Tokopedia tetap sesuai dengan hukum yang berlaku meskipun Tokopedia bersifat user generated content (UGC). UGC adalah kondisi di mana setiap penjual bisa mengunggah produk secara mandiri.
Dia menyatakan, Tokopedia juga memiliki fitur pelaporan penyalahgunaan. Fitur tersebut dapat digunakan oleh masyarakat dalam melaporkan produk-produk yang dinilai melanggar ketentuan untuk kemudian ditindaklanjuti oleh timnya.
Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Arys Hilman Nugraha, mengatakan, literasi hak cipta masyarakat Indonesia belum terbangun dengan baik. Menurut dia, hal itu terlihat dari perilaku pembeli di lokapasar, yang tidak sedikit melontarkan pertanyaan atau penilaian kepada penjual buku bajakan hanya seputar kualitas fisik buku yang hendak mereka beli.
"Kontennya tidak dilihat sama sekali, apalagi keabsahannya itu sama sekali tidak menjadi sesuatu yang dinilaikan di lokapasar itu," jelas dia dalam seminar nasional pada kegiatan Anugerah Sastra Litera 2021, Selasa (14/12).
Dengan literasi hak cipta karya yang belum terbangun dengan baik, Arys menilai, pembajakan sebagai suatu hal yang teramat mengerikan. Karena itu, dia menyatakan, IKAPI sudah bersuara sangat keras untuk memerangi hal tersebut. "Ini tantangan kita, begitu memasuki dunia digital, sastra pun akan berhadapan dengan masalah pelanggaran hak cipta, para penumpang gelap di dunia digital," kata Arys.
Beberapa waktu lalu, Ketua Umum Satupena, Denny JA, mengungkapkan tiga penyebab yang membuat semakin maraknya pembajakan di era digital. Salah satu hal yang dia sebut menjadi penyebab adalah semakin tak berdayanya pemerintah dalam melakukan upaya memberantas pembajakan.
Denny melihat UU yang mengatur tentang pembajakan maupun hak cipta di Indonesia mayoritas bercorak delik aduan. Dengan begitu, pemerintah baru dapat bergerak setelah adanya aduan yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan. Dia menilai, itu membuat tindakan pencegahan sulit untuk dilakukan.
"Akibatnya hal yang paling esensial di hukum, yaitu pencegahan, itu tak bisa dilakukan," tutur Denny pada kegiatan penandatanganan nota kesepahaman di Indonesia International Book Fair (IIBF) 2021.