Rabu 15 Dec 2021 23:55 WIB

Majelis Hukama Al-Muslimin Buka Cabang di Indonesia

Majelis Hukama Al-Muslimin adalah badan independen lintas negara.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Muhammad Hafil
Majelis Hukama Al-Muslimin . Foto: Cendekiawan muslim Quraish Shihab menyampaikan paparan pada pembukaan Forum Titik Temu di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Majelis Hukama Al-Muslimin . Foto: Cendekiawan muslim Quraish Shihab menyampaikan paparan pada pembukaan Forum Titik Temu di Jakarta, Rabu (18/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Majelis Hukama Al-Muslimin (MHM), sebuah badan independen lintas negara yang berbasis di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), meresmikan kantor cabang Indonesia. Acara peresmian itu dihadari langsung oleh Prof Muhammad Quraish Shihab yang merupakan anggota juga salah satu dewan pendiri Majelis Hukama Al-Muslimin. Dalam sambutannya, cendikiawan Muslim dan pakar ilmu Al-Quran itu menjelaskan tiga makna yang disandang oleh Majelis Hukama Al Muslimin. Pertama adalah majelis, jika diterjemahkan dalam bahasa Arab memiliki arti tempat duduk yang singkat. 

“Kata majelis ini dipilih karena para dewan MHM tidak ingin duduk lama, tapi kami ingin segera berdiri dan bergerak untuk mencari solusi atas persoalan umat beragama di berbagai negara,” ujar mantan petinggi Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) itu saat menyampaikan sambutan di acara peresmian kantor MHM cabang Indonesia di Jakarta, Rabu (15/12). 

Baca Juga

Kata kedua yang dikupas Quraish adalah hukama, bentuk jamak dari hakim, yang dalam bahasa Arab berarti orang bijak. Dia menegaskan, kata hukama bukan merepresentasikan bahwa anggota majelis yang dipimpin Imam Besar Al-Azhar, Ahmad Al-Tayeb, itu sebagai kumpulan orang-orang bijak, tapi mewakili tujuan dan misi majelis itu, yaitu untuk melahirkan hikmah, baik berbentuk amal ilmiah maupun ilmu amaliah. 

“Kami tidak mengklaim bahwa kami hukama, karena jika diterjemahkan dalam bahasa Inggris, hukuma adalah elders, dan saya tidak mengartikan elders dalam arti orang bijak atau senior, tapi adalah orang tua yang umumnya diatas 60 tahun, yang memerlukan anak-anak muda untuk bergerak dan menyebarkan ilmu-ilmu keagamaan dengan lebih luas lagi,” tutur Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia itu. 

Adapun alasan dipilihnya kata Al-Muslimin, kata Quraish, adalah karena majelis yang didirikan sejak 2014 itu terdiri dari cendikiawan dari berbagai negara dengan beragam pemahaman dan mazhab. Quraish juga menjelaskan bahwa kata muslimin yang dimaksud MHM merujuk pada orang-orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan memahami tuntunan agama. 

“Kami menghimpun beraneka mazhab, karena kami tidak memandang perbedaan dalam Islam dan kami sepakat bahwa siapapun yang telah mengucapkan syahadat, mengimani Allah dan Rasulullah maka termasuk sebagai muslimin,” jelas mantan Menteri Agama itu.  

“Anggota MHM memang sangat sedikit, hanya 16 orang, ini bukan karena kami tertutup, tapi kami memang kesulitan untuk merekrut orang yang sepenuhnya sepemikiran dengan kami,” sambungnya. 

Dia juga menegaskan bahwa majelis ini bukan hanya fokus menyelesaikan persoalan umat Muslim, namun umat beragama secara umum. Quraish mengutip perkataan Ali bin Abi Thalib AS, bahwa tali persaudaraan bukan hanya dapat dijalin antar sesama Muslim tapi juga antar sesama umat beragama. 

“Ini adalah misi mejelis karena kami tidak ingin membedakan sesama muslim dan kami tidak ingin membedakan Muslim dengan penganut agama selain Islam, semua yang percaya akan tuhan maka dianggap sebagai saudara,” ujarnya, menambahkan bahwa jika hanya berlandas pada pikiran semua perbedaan hanya akan semakin berbeda, namun jika dilandaskan pada hati maka persamaan dan persaudaraan antar sesama manusia akan semakin terlihat.  

Anggota Komite Eksekutif MHM TGB M Zainul Majdi yang juga hadir dalam acara peresmian di Jakarta, mengatakan bahwa kantor MHM cabang Indonesia akan menjadi wahana untuk mempromosikan toleransi di Indonesia. Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) cabang Indonesia ini berharap, kehadiran Muslim Elders Indonesia (MEI), yang merupakan kantor cabang dari Majelis Hukama Muslimin (MHM), dapat menjadi wadah untuk mempromosikan toleransi dan semangat hidup bersama, mempersiapkan generasi muslim dan memberikan pemahaman beragama yang benar. 

“Ini sesuai dengan tugas MEI, yaitu menyebarluaskan nilai-nilai wasathiyah dan pemahaman keagamaan yang moderat di Indonesia untuk menjaga kerukunan dan perdamaian,” kata mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat itu dalam sambutannya. 

Dia juga menjelaskan bahwa Muslim Elders Indonesia (MEI) sejatinya telah mulai beroperasi sejak 1 September 2021 secara virtual, dan bertugas untuk mendiseminasikan dan mempublikasikan program dan kegiatan MHM dalam konteks kehidupan beragama di Indonesia. 

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Majelis Hukama Al-Muslimin (MHM) Sultan Al-Remeithi menyampaikan kekagumannya atas keberhasilan Indonesia dalam merawat harmoni dan toleransi. 

“Sebagai negara yang sangat beragam, harmoni dan toleransi masyarakat Indonesia sangat mengagumkan. Ini karunia Allah untuk Indonesia dan negeri ini bisa menjaganya,” ujarnya Al Remeithi. 

“MHM ingin menjadikan Indonesia sebagai model dan mengenalkan pengalaman kehidupan harmoni dalam keberagamaan di Indonesia kepada dunia, khususnya dunia Arab,” sambung Al-Remeithi. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement