REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi mencari pendekatan serius untuk menangani program nuklir dan rudal Iran dan konsekuensinya bagi stabilitas kawasan. Hal ini disampaikan Putra Mahkota Mohammed bin Salman pada Selasa lalu.
"Kerajaan (Arab Saudi) menekankan pentingnya menangani secara serius dan efektif program nuklir dan rudal Iran dengan cara yang berkontribusi untuk mencapai keamanan dan stabilitas regional dan internasional," kata Putra Mahkota Mohammed bin Salman pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Teluk tahunan.
"Ini juga menekankan prinsip-prinsip bertetangga yang baik, menghormati resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan menyelamatkan kawasan dari semua kegiatan destabilisasi," kata Putra Mahkota Mohammed bin Salman, dilansir dari laman Alarabiya News, Rabu (15/12).
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan juga menyebutkan pembicaraan Wina untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 yang ditinggalkan, dengan mengatakan bahwa sikap pantang menyerah Teheran mengkhawatirkan.
Pangeran Faisal juga menyatakan keinginan Teluk untuk kesepakatan nuklir yang panjang dan komprehensif dengan Iran dan agar negosiasi berhasil.
"Kami menginginkan hubungan alami dengan Iran dan itu tergantung padanya (kesepakatan nuklir)," kata Pangeran Faisal.
Dia juga menekankan bahwa negara-negara Teluk memantau dengan cermat kemajuan pembicaraan Wina dan menegaskan kembali sikap Teluk tentang perlunya dimasukkan di dalamnya.
Pernyataan penutupan KTT mengutuk "kegiatan merugikan" Iran di kawasan itu, khususnya dukungannya kepada milisi Houthi Yaman yang digunakannya dalam serangan ke Arab Saudi, karena memungkinkan kegiatan milisi Syiah lainnya di Irak, Lebanon, dan Suriah.
Negara-negara Teluk telah lama mengatakan bahwa Iran perlu menghentikan kegiatannya yang tidak stabil di kawasan itu dengan memberikan dukungan keuangan dan militer kepada jaringan milisi proksinya di seluruh Timur Tengah.