REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktik arisan haji cukup menjadi tradisi dalam masyarakat Muslim Indonesia. Pada dasarnya, hukum menjalankan arisan adalah boleh dengan catatan. Lantas bagaimana hukum arisan haji?
Dalam buku Fikih Muamalah Kontemporer karya Ustadz Oni Sahroni, pengertian arisan secara formal adalah sebuah kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi. Lalu di antara anggota arisan menentukan siapa yang berhak memperoleh arisan melalui skema undi tersebut.
Pada hakikatnya secara sederhana, arisan adalah bagian dari pinjam-meminjam. KH Ali Mustafa Yaqub dalam buku Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal menjelaskan, arisan hukumnya boleh dengan catatan tidak ada pihak yang dirugikan dan tidak ada spekulatif yang berbuntut judi.
Kebolehan itu bisa saja berubah haram jika ada sesuatu yang menjadikannya haram, yaitu hilangnya ketentuan-ketentuan tersebut. Demikian pula, kata Kiai Ali, mengenai arisan haji.
Pada dasarnya, arisan itu dihukumi boleh dengan asumsi untuk intervensi. Tapi ketika dikaitkan dengan ibadah haji, maka hukumnya menjadi lain. Seorang Muslim dikenakan wajib haji ketika ia mampu menunaikannya.