REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti mengatakan, dalam upaya pemberdayaan dan pemberian modal pesantren agar mandiri secara ekonomi, perlu mempertimbangkan beberapa hal. Salah satunya yakni penerima tidak terbatas pada pesantren dari organisasi tertentu atau konstituen partai tertentu
"Berbagai program untuk meningkatkan dan memajukan pesantren patut diapresiasi. Akan tetapi berbagai program pemberdayaan pesantren hendaknya tetap mempertimbangkan lima hal," kata Prof Mu'ti pada Kamis (16/12).
Adapun Kemandirian pesantren merupakan program prioritas Kementerian Agama (Kemenag) dalam upaya memberdayakan seluruh pesantren di Indonesia. Pada anggaran 2021, bantuan inkubasi bisnis sejumlah Rp 37,4 milar diberikan kepada 105 pesantren. Sementara pada 2024, ditargetkan akan ada 5.000 pesantren yang bisa mandiri secara ekonomi.
"Pertama, ciri khas pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang menitikberatkan pada penguasaan ilmu agama, kesalehan, dan akhlak mulia," kata Prof Mu'ti.
Kedua, Berbagai program ekonomi dan kewirausahaan di pesantren tetap ditujukan untuk para santri sehingga mereka dapat mandiri setelah lulus dari pesantren. Ketiga, berbagai program keterampilan di pesantren terintegrasi dengan kurikulum sehingga tidak akan mengurangi kompetensi di bidang ilmu agama.
"Keempat, pesantren penerima atau mitra hendaknya diseleksi secara terbuka dengan mempertimbangkan kesiapan dan representasi lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pendidikan pesantren tidak terbatas pada pesantren dari organisasi tertentu atau konstituen partai tertentu," ucap Mu'ti.
"Kelima, Akuntabilitas dan transparansi anggaran untuk memastikan pemanfaatan yang benar dan menghindari kemungkinan adanya penyalahgunaan anggaran oleh pihak yang tidak bertanggung jawab," lanjut Mu'ti.