REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya mengutuk adanya dugaan kasus pencabulan yang terjadi di lingkungan pesantren. Kasus itu dinilai mencederai ajaran agama.
"Saya sebagai pribadi dan penerintah daerah, mengutuk setiap kelakuan yang mencederai ajaran agama atau aturan negara. Siapapun pelakunya, yang melanggar norma agama dan negara akan kami kutuk," kata Wakil Bupati Tasikmalaya, Cecep Nurul Yakin, Kamis (16/12).
Ia mengajak masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya untuk kembali mempererat tali silaturahmi antarsesama. Sebab, adanya kejadian itu merupakan dampak dari silaturahmi yang merenggang.
"Terjadinya kasus ini mungkin karena kepedukian kita melemah, sehingga ada kesempatan untuk melakukan kejahatan," ujar dia.
Menurut Cecep, apabila silaturahmi antarsemasa kuat, kejadian itu dapat diminalisir. Sebab, dalam silaturahmi ada bentuk upaya untuk saling mengawasi. Ketika silaturahmi tertutup, lanjut dia, potensi terjadinya kesalahan tidak ada yang mengawasi.
Sebelumnya, polisi menetapkan seorang oknum guru pesantren di Kabupaten Tasikmalaya berinisial AS (48) menjadi tersangka kasus pencabulan. AS diduga melakukan pencabulan kepada tiga santriwatinya yang masih berstatus di bawah umur.
Kapolres Tasikmalaya, AKBP Rimsyahtono, mengatakan, aparat kepolisian menerima laporan terkait kasus itu dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya pada 7 Desember. Setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan, polisi menetapkan satu orang tersangka dalam kasus itu.
"Saat ini kami sudah menetapkan tersangka setelah melengkapi alat bukti," kata dia saat konferensi pers, Kamis (16/12).