REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kasus dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) yang melibatkan Alex Noerdin Cs sebagai tersangka akan disidangkan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Palembang. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung) Supardi mengatakan, penyelesaian berkas penyidikan kasus pembelian gas bumi Sumatra Selatan (Sumsel) tersebut, saat ini sudah pada tahap proses pelengkapan untuk segera disorongkan ke pengadilan.
“Untuk kasus yang Sumsel (Alex Noerdin Cs) akan disidangkan di Palembang. Kita sedang proses pelengkapan berkas untuk segera disidangkan,” ujar Supardi saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), di Kejakgung, Jakarta, pada Kamis (16/12).
Dalam kasus korupsi dan TPPU pembelian gas bumi tersebut, Jampidsus Kejakgung menetapkan empat orang tersangka. Selain Alex Noerdin, tiga tersangka lainnya yang menemani mantan gubernur Sumsel itu di tahanan sementara ini adalah Muddai Maddang, Caca Isa Saleh S, dan A Yanairsyah Hasan (AYH). Keempatnya, ditetapkan tersangka dan ditahan sejak Kamis (16/9) lalu.
Supardi menerangkan alasan mengapa Alex Noerdin Cs tak disidangkan di PN Tipikor Jakarta. Kata Supardi, selain karena padatnya persidangan perkara-perkara korupsi di PN Tipikor Jakarta, juga karena melihat tempat kejadian perkara yang berasal dari Palembang. “Pertimbangannya itu, melihat locus tempus-nya itu di sana (Sumsel). Juga karena melihat overload sidang-sidang kasus korupsi di sini (PN Tipikor),” ujar Supardi.
Meskipun bakal disidangkan di PN Tipikor Palembang, kata Supardi, tim penuntutan akan tetap berasal dari Jampidsus-Kejakgung. “Tim penuntutan tetap koordinasi dengan di sini (Jampidsus) dan Kejati Palembang,” ujar Supardi.
Kasus dugaan korupsi Alex Noerdin Cs, terkait pembelian gas bumi oleh Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel 2008-2018. Supardi pernah menerangkan, Alex Noerdin, selaku mantan gubernur Sumsel, saat menjabat menyetujui pembentukan PDPDE Gas. Perusahaan tersebut adalah kongsi bisnis yang bermasalah antara PDPDE Sumsel dan perusahaan swasta PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN). Pembentukan PDPDE Gas tersebut karena diyakini PDPDE Sumsel selaku penerima pembelian gas bagian negara tak mampu mengelola, dan memiliki modal.
Padahal diketahui, perusahaan milik pemerintah daerah tersebut memiliki kemampuan, dan modal dalam pembelian, dan pengelolaan gas bagian negara yang sudah disetujui oleh Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP Migas). “PDPDE Gas ini, hanya modus. Di situlah terjadi dugaan tindak pidana (korupsinya). Karena PDPDE Sumsel, yang seharusnya bisa (mengelola gas bumi), tetapi setuju dengan swasta membuat PDPDE Gas,” terang Supardi.
Pembentukan kongsi bisnis tersebut, dikatakan Supardi, juga sepihak menempatkan Muddai Madang dan Caca Saleh sebagai komisaris PDPDE Sumsel, dan di PDPDE Gas, serta Yaniarsyah sebagai direktur di PDPDE Gas. Supardi pernah mengungkapkan, kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 480 miliar.
Terhadap empat tersangka tersebut, sementara ini dijerat sangkaan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU 31/1999-20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dan Pasal 3 UU Tipikor. Khusus tiga tersangka, kecuali Alex Noerdin, penyidik di Jampidsus juga menambahkan sangkaan Pasal 3 dan Pasal 4 TPPU UU 8/2010.
Terkait tersangka Alex Noerdin, anggota Komisi VII DPR RI itu juga menyandang status tersangka lain dalam kasus korupsi pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di Palembang. Pada kasus yang merugikan negara Rp 180 miliar itu, nama Muddai Maddang juga tersangka selaku bendahara umum yayasan pembangunan masjid.