REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANCISCO – Perusahaan induk Facebook, Meta, mengumumkan ada setidaknya tujuh perusahaan atau akun layanan diduga sebagai mata-mata pada platform.
Akun palsu itu mengumpulkan informasi publik secara daring hingga menggunakan persona palsu untuk membangun kepercayaan dengan target atau pengintaian digital melalui peretasan.
Tujuh perusahaan yang ditutup termasuk dalam sekitar 1.500 akun yang telah diblokir Facebook. Semuanya terkait dengan perusahaan siber diduga sebagai "mata-mata bayaran dunia maya."
Meta menyebutkan bahwa target pemblokiran tidak pandang bulu. Hal itu termasuk kepada yang dianggap jurnalis, pembangkang, kritikus rezim otoriter, keluarga anggota oposisi, hingga aktivis hak asasi manusia.
Meta berencana untuk memperingatkan sekitar 50 ribu akun yang diyakini telah menjadi sasaran di lebih dari 100 negara oleh perusahaan yang berbasis atau didirikan di Israel. Itu merupakan pemain terkemuka di industri pengawasan siber.
“Industri pengawasan untuk disewa terlihat seperti penargetan sembarangan atas nama penawar tertinggi,” kata Kepala Kebijakan Keamanan di Facebook Nathaniel Gleicher dalam konferensi pers, dilansir dari Times of Israel, Jumat (17/12).
Jaringan media sosial terkemuka mengatakan telah menghapus akun yang terkait dengan Cobwebs Technologies, Cognyte, Black Cube, dan Bluehawk CI, yang semuanya berbasis atau didirikan di Israel. BellTroX yang berbasis di India, perusahaan Makedonia Utara Cytrox dan entitas tak dikenal di China juga dihapus dari platform Meta.
“Tentara bayaran dunia maya ini sering mengklaim bahwa layanan mereka hanya menargetkan penjahat dan teroris,” demikian pernyataan Meta.
Perusahaan yang menjual "layanan intelijen web" memulai proses pengawasan dengan mengumpulkan informasi dari sumber darng yang tersedia untuk umum seperti laporan berita dan Wikipedia.
Tentara bayaran dunia maya disebut membuat akun palsu di situs media sosial untuk mengumpulkan informasi dari profil orang-orang dan bahkan bergabung dengan grup atau percakapan.
Taktik lain adalah untuk memenangkan kepercayaan target di jejaring sosial, lalu mengelabui orang tersebut agar mengklik tautan atau file jebakan yang menginstal perangkat lunak. Lalu dapat mencuri informasi dari perangkat apa pun yang mereka gunakan secara daring.
Menurut tim Meta, akses semacam itu, tentara bayaran dapat mencuri data dari ponsel atau komputer target, termasuk kata sandi, foto, video, dan pesan, serta secara diam-diam mengaktifkan mikrofon, kamera, sanpai pelacakan lokasi geografis.
Bluehawk, salah satu perusahaan yang ditargetkan, menjual berbagai kegiatan pengawasan, termasuk mengelola akun palsu untuk memasang kode berbahaya, berdasar laporan Meta.
Meta juga menyatakan bahwa eberapa akun palsu yang terkait dengan Bluehawk menyamar sebagai jurnalis dari outlet media seperti Fox News di Amerika Serikat dan La Stampa di Italia.
Sementara Meta tidak dapat menunjukkan dengan tepat siapa yang menjalankan operasi China yang tidak disebutkan namanya, tapi tim disebut melacak "perintah dan kontrol" dari alat pengawasan yang terlibat ke server dan tampaknya digunakan oleh petugas penegak hukum di China.
“Dalam beberapa kasus, kami menemukan kerangka kerja malware grup ini digunakan bersama dengan perangkat lunak pengenalan wajah yang dikembangkan oleh perusahaan yang berbasis di Beijing,” demikian laporan Meta.
Sumber: Timesofisrael