REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Datangnya agama Islam ke tengah-tengah masyarakat jahiliyah memberikan warna baru yang progresif, agama ini menyuarakan pentingnya penghormatan terhadap kaum perempuan, terutama ibu.
Dalam sebuah hadis disebutkan, “An Abi Hurairah RA qaala; jaa-a rajulun ila Rasulillahi SAW faqaala; man ahaqqu bihusni shahabati, qaala: ummuka. Qaala tsumma man qaala, tsumma ummuka. Qaala tsumma man qaala, tsumma ummuka. Qaalla tsumma man qaala, tsumma abuka,”.
Yang artinya, “Dari Abu Hurairah RA ia berkata, ‘Ada seorang laki-laki datang dan bertanya kepada Rasulullah SAW: siapakah orang yang paling berhak saya layani dan temani? Rasul pun menjawab: ‘Ibumu’. Orang itu bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’. ‘Ibumu’. (Bertanya lagi) Lalu siapa? ‘Ibumu’. ‘Setelah itu siapa?’, ‘Kemudian ayahmu’ kata Rasulullah SAW,”.
Ustaz Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku 60 Hadis Hak-Hak Perempuan menjelaskan bahwa hadis tersebut dinyatakan dalam konteks budaya jahiliyah yang lebih memberi penghormatan kepada laki-laki dibanding kepada perempuan.
Tentu karena perhatian yang ada di masyarakat sama sekali tidak tertuju pada perempuan. Padahal perempuan telah mengambil peran penting dalam meneruskan regenerasi kemanusiaan. Yakni menjadi ibu, mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, dan membersarkan.
Hadis ini sekaligus memberi pengakuan dan penghargaan terhadap peran domestik perempuan yang sering sekali diabaikan kebanyakan orang. Perempuan seringkali dibiarkan sendiri menjalankan peran tersebut, tanpa dukungan yang cukup dari pihak keluarga, masyarakat, dan terutama negara.
Penghargaan Nabi SAW kepada seorang ibu adalah ajaran Islam. Sudah seharusnya ajaran ini diimplementasikan dalam bentuk dukungan yang nyata dari anggota keluarga, masyarakat, dan negara. Perempuan sebagai calon ibu harus mempereoleh pendidikan, ekonomi, dan kesehatan yang baik. Begitupun ketika sedang menjalani peran sebagai ibu, atau sudah menjalankan peran sebagai ibu.