Jumat 17 Dec 2021 22:33 WIB

Mengenal Kesederhanaan dan Sihir Si Hipster Jay-Jay Okocha

Jay-Jay Okocha kerap menampikan atraksi memukai di lapangan hijau.

Rep: Anggoro Pramudya/ Red: Israr Itah
Jay Jay Okocha
Foto: pixshark
Jay Jay Okocha

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Lapangan hijau sepak bola pernah memiliki sosok menarik dari nyentrik. Namanya Jay-Jay Okocha.

Okocha menyandingkan logika sepak bola, hipster dan seorang pahlawan bagi negaranya Nigeria. Meski kurang mendapat sorotan dan dipuja layaknya Roberto Baggio dan Ronaldo, aksi Okocha di atas lapangan sangat menarik untuk dinanti.

Baca Juga

Pemain kelahiran Enugu, Nigeria 48 tahun silam merupakan bagian dari generasi emas Super Eagles, julukan timnas Nigeria, ketika meraih medali emas Olimpiade Atlanta 1996.

Sebelum pindah ke Paris Saint-Germain (PSG) pada musim panas 1998, Okocha lebih dahulu berkarier di belantara kompetisi sepak bola Bundesliga Jerman dan Turki.

Kariernya di Jerman berawal dengan memperkuat Borussia Neunkirchen 1990-1992 sebelum pindah dan melejit bersama Eintracht Frankfurt. Bersama Die Adler, julukan Eintracht ia menunjukkan bakat terbaiknya.

Momen yang tak terlupakan adalah ketika mampu mempermalukan kiper sekelas Oliver Kahn dan tiga bek Karlsruher dengan tipuannya. Aksinya bahkan menjadi tontonan banyak orang hingga saat ini.

Dengan kostum merah milik Frankfurt, tipu daya dan ketenangannya yang menginspirasi membuat Okocha mendapatkan penghargaan Goal of the Year, seperti yang dipilih oleh majalah olahraga Jerman, Sportschau. Kiper legendaris Jerman, Kahn, mengaku kesulitan apabila timnya harus bertemu dengan Okocha.

"Saya masih pusing, bahkan sekarang," kata Kahn menjelaskan dikutip dari Copa90, Jumat (17/12).

Pada akhirnya jalan hidup yang membuat Okocha mengenakan kemeja Frankfurt. Saat itu ia tengah berlibur di Jerman Barat dengan tujuan menemui sang teman Binebi Numa, yang bermain untuk tim divisi tiga Borussia Neunkirchen.

Hanya untuk tertawa, Numa mengundang Okocha untuk bergabung dengannya suatu pagi untuk menjalani pelatihan. Hari berikutnya Okocha justru diundang kembali, kali ini oleh pelatih kepala Neunkirchen, dan segera menawarkan kontrak.

Singkat cerita, tiga tahun kemudian Okocha diikat salah satu tim elite Bundesliga Jerman Eintracht Frankfurt. Bersamaan dengan awal karier positinya di Benua Eropa, Okocha masuk ke dalam pemain utama timnas Nigeria pada 1993.

Timnas Nigeria era 1994-1996 yang diperkuat Okocha disebut sebagai era emas bagi Super Eagles hingga saat ini. Sebab, Sunday Oliseh dan kawan-kawan berhasil memuncaki grup yang berisi Argentina, setelah akhirnya tersingkir dari Italia pada perempat final Piala Dunia 1994.

Penampilan timnas Nigeria pada era itu memang sukses menuai pujian. Dipimpin Oliseh sebagai kapten tim, Rashidi Yekini, Okocha, Nwankwo Kanu, Taribo West dan Celestine Babayaro bermain solid untuk Tim Elang Super.

Bakat sepak bola yang tertanam dalam diri menarik perhatian elite Eropa dan, setelah Frankfurt degradasi, Okocha bergabung ke Fenerbahce sebelum merapat ke klub Prancis, PSG.

Kiprahnya yang melejit naik membuat pesepak bola bernama lengkap Augustine Azuka Okocha menimbulkan paradoks bagi penggemar sepak bola dunia saat itu

Eks pemain Bolton menghadirkan sentuhan berbeda dari banyaknya pesepak bola asal Benua Hitam, Afrika, yang diklaim hanya mengandalkan otot, kecepatan dan tenaga. Kakinya seraya seniman kulit bundar Brasil menari Samba.

"Di dalam dan di luar lapangan, Okocha adalah kapten yang Anda cari," demikian pernyataan pelatih asal Inggris Sam Allardyce.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement