REPUBLIKA.CO.ID, KHARTUM -- Amerika Serikat, Inggris, Arab Saudi, dan Uni Emirates Arab, pada Kamis (16/12) mengeluarkan pernyataan bersama terkait kesepakatan antara militer Sudan dan pemerintahan sipil bulan lalu.
Kesepakatan yang terjadi tidak lain atas dasar komitmen rakyat Sudan yang tak henti-hentinya memperjuangkan terwujudnya perdamaian dan stabilitas negara, demi terciptanya negara yang demokratis. Maka, keempat negara tersebut berkeyakinan bahwa transisi negara menjadi solusi terbaik untuk Sudan.
“Kami menegaskan dukungan kolektif dan individu kami untuk rakyat Sudan dan aspirasi mereka untuk negara yang demokratis, stabil dan damai. Protes yang sedang berlangsung menunjukkan kedalaman komitmen rakyat Sudan untuk transisi. Melindungi mereka dari kekerasan harus tetap menjadi prioritas,” kata keempat negara tersebut.
Kelompok strategis negara, yakni Quad, mengatakan bahwa keterlindungan demostran dari kekerasan tetap perlu menjadi prioritas di tengah wacana pemulihan segera pemerintah ini akan dilakukan.
Mereka mengatakan bahwa kesepakatan bulan lalu, yang mana mengembalikan Perdana Menteri Abdalla Hamdok yang ditangkap dalam kudeta, hanyalah langkah pertama untuk mengembalikan Sudan kepada transisi demokrasinya.
“Kami mendesak para penandatangan untuk memenuhi komitmen yang dibuat dalam perjanjian politik. Dalam hal ini kami menghargai pembebasan tahanan politik baru-baru ini, dan pembentukan komite investigasi untuk memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan terhadap pengunjuk rasa dimintai pertanggungjawaban,” kata Quad dilansir Alarabiya.
Quad juga meminta status keadaan darurat Sudan dicabut segera, dan juga peta jalan pemilihan di akhir 2023 atau awal 2024 pun diminta mereka untuk dicabut juga.
"Kerajaan Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, dan Inggris menegaskan kembali kesiapan kami untuk mendukung semua yang bekerja untuk transisi demokrasi di Sudan," kata Quad.