Ahad 19 Dec 2021 06:00 WIB

Apakah Boleh Bayar Utang dengan Zakat yang Dibayar Pemberi Utang?

Orang yang berutang boleh menerima zakat.

Rep: Ratna ajeng tejomukti/ Red: Muhammad Hafil
Apakah Boleh Bayar Utang dengan Zakat yang Dibayar Pemberi Utang?. Foto: Ilustrasi Zakat. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Apakah Boleh Bayar Utang dengan Zakat yang Dibayar Pemberi Utang?. Foto: Ilustrasi Zakat. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu orang yang berhak menerima zakat adalah gharim, yakni orang yang memiliki utang. Namun bolehkah seseorang membayar zakat kepada orang yang berutang kepadanya, kemudian zakat tersebut dibayarkan kembali kepadanya untuk melunasi utang?

Melansir laman askthescholar.com, Ulama asal Kanada Syekh Ahmad Kutty mengatakan pemberi pinjaman diperbolehkan untuk memotong pinjaman dari zakat jika orang tersebut tidak dapat membayar utangnya karena kesulitan keuangannya. 

Baca Juga

"Jika pemberi pinjaman melakukan ini, dia harus memberi tahu agar peminjam merasa nyaman dengan hal itu. Jika peminjam tidak menerimanya, maka pemberi pinjaman tidak boleh memaksanya,"ujar dia.

Namun pandangan ini bertentangan dengan sebagian ulama seperri Abu Hanifa dan Ahmad. Hal ini juga bertentangan dengan mahzab Syafii.

Semua setuju bahwa seseorang tidak dapat menghapus pinjaman dengan memberikan barang dagangan karena  akan menyebabkan nilai transaksi yang tidak sesuai. Apalagi jika menghapus utang menggunakan zakat, dengan cara ini, niat ikhlas dari Ibadah khawatir akan bercampur dengan unsur keserakahan, yang tidak dapat diterima.

Jika dilihat dari semangat syariah dan tujuannya yang lebih tinggi, pandangan pertama tampaknya lebih masuk akal. Hal ini juga tampaknya didukung oleh beberapa dalam tradisi Nabi. 

Para penerima zakat, sebagaimana dinyatakan dalam Alqur'an surat At Taubah ayat 60,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.

Salah satu kategori yang disebutkan di atas berbunyi, “dan bantulah mereka yang berhutang'; karena peminjam tidak dapat membayar, tidak ada alasan bagi pemberi pinjaman tidak dapat mengurangi utangnya dari zakat dia. Keberatan kelompok kedua terhadapnya bahwa zakat mengharuskan pemindahan kepemilikan kepada penerima. 

Jika kita mengesampingkan teknisnya, tidak dapat meragukan dengan membiarkan pengurang utang dengan zakat kita masih mematuhi Alquran untuk membantu membebaskan orang dari jeratan utang. 

Ada juga hadits dari Nabi,  salah satu sahabat mengalami kerugian dalam pembelian panen, dan dengan demikian menjadi terbebani oleh utang, dan Nabi memerintahkan para sahabat untuk memberinya amal. Berdasarkan bukti-bukti ini, menurut Hasan al-Bashri dan Ata, Imam Ja'faral-Shadiq, Ibn Hazm, dan beberapa ulama mazhab Syafii, dan lainnya, lebih menyukai pandangan ini.

Sumber:

https://askthescholar.com/answerdetails?qId=67386

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement