REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Naftali Bennett menyerukan para menteri di kabinetnya mendukung rencana memperluas larangan perjalanan dari atau ke sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat (AS). Hal itu disampaikan saat Israel bersiap menghadapi gelombang baru Covid-19 yang didorong varian Omicron.
Bennett tak merencanakan larangan menyeluruh pada perjalanan internasional. Ia lebih memilih mencantumkan lebih banyak negara yang berpotensi 'memperparah' penyebaran Covid-19 di Israel ke daftar “merah”. Kabinet Israel diagendakan menggelar pertemuan pada Ahad (19/12) guna membahas penambahan sejumlah negara, termasuk AS, Turki, Jerman, dan Kanada, ke dalam daftar.
Selain keempat negara tadi, Israel juga mencantumkan Portugal, Maroko, dan Hongaria dalam daftar terbaru. Sejumlah negara yang sudah masuk dalam daftar larangan perjalanan Israel antara lain Inggris, Denmark, Prancis, Spanyol, Uni Emirat Arab, Irlandia, Norwegia, Finlandia, dan Swedia.
Warga Israel yang kembali dari negara-negara tadi diwajibkan menjalani karantina di hotel-hotel yang dikelola pemerintah. Mereka diizinkan pulang setelah hasil tes Covid-19 menunjukkan negatif. Masa isolasi dilanjutkan di rumah masing-masing selama sepekan.
Menteri Kesehatan Israel Nitzan Horowitz mengungkapkan, larangan perjalanan dari sejumlah negara memang diperlukan guna memberi waktu pada negaranya menggencarkan kampanye vaksinasi Covid-19, khususnya untuk dosis booster. “Kami menghadapi situasi baru. Sebagian besar infeksi Omicron berasal dari luar negeri. Jadi kita harus membatasi laju masuknya virus ke Israel untuk mengulur waktu dan memvaksinasi sebanyak mungkin (penduduk) sebelum penyebaran juga terjadi di Israel,” ucapnya pada Ahad, dikutip laman Times of Israel.
Pemerintahan Bennett diperkirakan akan memfokuskan upaya vaksinasi Covid-19 pada anak-anak. Sekitar satu anak di sana belum divaksinasi. Pemerintah bakal mendorong agar sekolah menjadi lingkungan imunisasi. Mereka diharapkan meningkatkan motivasi siswa untuk divaksinasi.
Ketua tim penasihat penanganan Covid-19 Israel, Profesor Ran Balicer, mengungkapkan, gelombang infeksi terbaru tidak dapat dihindari. “Mungkin butuh beberapa pekan, tapi gelombang berikutnya akan datang,” ucapnya.
Menurut dia, saat ini Israel masih dalam kabut ketidakpastian. Hal itu karena penjelasan tentang tingkat keparahan yang dapat ditimbulkan Omicron belum jelas. Jika belum ada jawaban valid, sulit menentukan tindakan yang jelas. Sejauh ini Israel sudah mencatatkan 1,35 juta kasus Covid-19 dengan korban meninggal mencapai 8.232 jiwa.