REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Kesehatan Inggris Sajid Javid menolak untuk mengesampingkan penerapan pembatasan Covid-19 lebih ketat sebelum Natal. Keputusan ini tetap diambil meski meningkatnya infeksi yang cepat dan berlanjutnya ketidakpastian tentang varian omicron.
Javid mengatakan pada Ahad (19/12), pemerintah sedang menilai situasi yang bergerak cepat dan mendesak masyarakat berhati-hati. Masih banyak yang belum diketahui tentang varian baru, bahkan saat rumah sakit bersiap menghadapi lonjakan infeksi.
"Tidak ada jaminan dalam pandemi ini, saya rasa tidak. Pada titik ini, kami hanya perlu meninjau semuanya," ujar Javid ketika ditanya potensi pembatasan baru.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson sejak awal pekan memberlakukan kembali aturan yang mewajibkan masker di toko-toko. Warga pun perlu menunjukkan bukti vaksinasi atau negatif tes virus corona sebelum memasuki klub malam dan tempat-tempat ramai lainnya.
Tapi, penasihat ilmiah pemerintah merekomendasikan pembatasan lebih luas untuk mencegah rumah sakit kewalahan. Negara-negara di seluruh Eropa juga bergerak untuk menerapkan kembali langkah-langkah lebih keras untuk membendung gelombang baru infeksi Covid-19 yang didorong varian omicron yang sangat menular.
Pemerintah Belanda memberlakukan penguncian nasional yang ketat mulai Ahad. Tindakan ini dalam upaya mengendalikan tingkat infeksi yang meningkat tajam. Para menteri yang khawatir di Prancis, Jerman, Austria, dan Siprus memperketat pembatasan perjalanan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan Sabtu (18/12), omicron terdeteksi di 89 negara. Kasus Covid-19 yang melibatkan varian itu berlipat ganda setiap 1,5 hingga 3 hari di tempat-tempat dengan penularan komunitas dan bukan hanya infeksi yang didapat di luar negeri.