REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN – Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier mengakui kesalahan dan kelengahan pemerintah atas serangan teror pada perayaan Natal yang menewaskan 12 orang lima tahun lalu. Menurutnya, dalam kejadian itu pemerintah gagal memenuhi kewajibannya melindungi warganya.
“Kita harus mengakui negara belum dapat memenuhi janjinya untuk perlindungan, keamanan, dan kebebasan,” kata Steinmeier dalam pidato peringatan lima tahun tragedi di Breitscheidplatz, Berlin, Ahad (19/12).
Dia mengatakan aksi teror yang terjadi pada 19 Desember 2016 itu meninggalkan luka di seluruh hati masyarakat dan pemerintah. Menurutnya, serangan tersebut bertujuan menghancurkan cara hidup masyarakat Jerman yang damai, bebas, dan demokratis.
Steinmeier mengungkapkan, ke depan, Jerman memiliki kewajiban memperbaiki kesalahan dan kegagalan yang membuka celah bagi terjadi serangan teror seperti di Breitscheidplatz. Aksi teror di Breitscheidplatz lima tahun lalu dilakukan oleh Anis Amri, seorang pencari suaka asal Tunisia.
Dia mengendarai truk kemudian menubruk kerumunan warga yang berkunjung ke pasar Natal di Breitscheidplatz. Selain 12 korban tewas, insiden itu menyebabkan puluhan warga lainnya mengalami luka-luka. Amri sempat melarikan diri. Dia tewas beberapa hari kemudian dalam sebuah baku tembak di Italia.
Pasca-insiden tersebut, Pemerintah Jerman menuai gelombang kritik. Kritik itu muncul karena sebuah penyelidikan menemukan pengajuan suaka Amri ditolak. Dia bisa saja ditahan dan mungkin dideportasi beberapa hari sebelum serangan terjadi.