Senin 20 Dec 2021 17:41 WIB

Panitia Nobel Sastra Undang Komunitas Esai

Komunitas Esai akan mengusulkan nama peraih Nobel Sastra

Red: Joko Sadewo
Puisi esai (ilustrasi)
Foto: istimewa/tangkapan layar
Puisi esai (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komunitas puisi esai Indonesia menerima undangan dari Panitia nobel, Swedish Academy, Nobel Commiittee, untuk mencalonkan sastrawan Indonesia. 

“Kami bersyukur pada Desember 2021 diundang Panitia Nobel,” kata Koordinator pelaksana komunitas puisi esai Indonesia, Irsyad Mohamad,  dalam siaran persnya, Senin (20/12).

Sampai saat ini, hadiah nobel untuk sastra tetap menjadi puncak hadiah sastra yang paling presitisius di dunia. Sejak pertama kali hadiah nobel untuk sastra diberikan pada 1901, belum ada sastrawan Indonesia, bahkan Asia Tenggara yang mendapatkan hadiah sastra itu.

Lebih sulit lagi karena, jelas dia, publik tak bisa mencalonkan kandidat untuk nobel sastra. Hanya institusi yang secara resmi diundang panitia nobel yang sah mencalonkan. Panitia nobel memiliki kriteria sendiri siapa yang akan diundang untuk mencalonkan kandidat untuk nobel sastra.

Irsyad menduga ada empat  hal yang membuat panitia nobel Swedia secara resmi mengundang komunitas puisi esai untuk mencalonkan. Pertama, Indonesia dan Asia Tenggara adalah wilayah yang juga kaya dengan dunia seni. Selama ini mungkin karena ada keterbatasan bahasa, wilayah ini belum pernah mendapatkan hadiah nobel sastra.

Kedua, lanjut Irsyad, komunitas puisi esai termasuk beruntung. "Kami punya web yang lebih dari seratus karya puisi esai, dalam bentuk buku dan video yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Setidaknya, jika itu video atau film yang berdasarkan puisi esai, ada substitle bahasa Inggris,” jelas Irsyad.

Dengan begitu, lanjutnya, Swedish Academy tanpa rintangan bahasa dapat membaca atau menonton puluhan karya puisi esai dalam bahasa Inggris.

Ketiga, menurut Irsyad, puisi esai semakin diakui dunia sebagai genre baru puisi. Sangat jarang sekali tercipta genre baru dalam puisi. Puisi esai yang diciptakan Denny JA kini sudah masuk dalam kamus resmi bahasa Indonesia. "Sudah terbentuk pula komunitas puisi esai ASEAN berpusat di Malaysia. Datuk Jasni Matlani yang menjadi presiden komunitas puisi esai ASEAN,” ungkap Irsyad.

Keempat, ungkap Irsyad, dalam karya puisi esai Denny JA, terdapat isu hak asasi manusia di kawasan negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia: Indonesia. Puisi esai tak hanya seksi dari sisi genre baru, tapi juga pesan hak asasi manusia. "Komunitas puisi esai segera bersidang memutuskan siapa yang dicalonkan. Sejauh ini Denny JA calon yang paling kuat,” kata Irsyad.

Jika akhirnya Denny JA yang dicalonkan, maka Denny JA menjadi sastrawan Indonesia kedua yang pernah secara resmi dicalonkan dengan prosedur resmi melalui undangan panitia nobel, setelah Pramudya Ananta Toer.

Denny JA sendiri ketika diminta komentar soal kemungkinan dirinya resmi dicalonkan nobel sastra mewakili Indonesia, bahkan Asia Tenggara, tak ingin banyak berkomentar.  Denny hanya menjawab: pencalonan nobel sastra bagus untuk diplomasi budaya Indonesia. “Namun saya berkarya karena saya mencintai gagasan, tidak berorientasi penghargaan.“

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement