REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengecam rencana Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk menggugat Gubernur Anies Baswedan terkait kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI sebesar 5,1 persen. Said menyebut, rencana Apindo itu bakal membuat buruh marah dan turun ke jalan secara masif.
"KSPI dan buruh Indonesia menyesalkan dan mengecam rencana Apindo menggugat surat keputusan (SK) Gubernur tentang upah minimum tahun 2022 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Karena, rencana itu akan menimbulkan eskalasi aksi buruh yang meluas tidak hanya di DKI, tapi di seluruh Indonesia," kata Said dalam konferensi pers daring, Senin (20/12).
Menurut Said, langkah Anies merevisi kenaikan UMP menjadi 5,1 persen dari sebelumnya 0,85 persen sudah tepat. Sebab, keputusan itu dibuat dengan turut mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional 2022 sebesar 4-5 persen.
"Agar pertumbuhan ekonomi itu bisa dinikmati rakyatnya, maka Gubernur Anies menyesuaikan kenaikan UMP jadi 5,1 persen," ungkap Said.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPP Apindo DKI Jakarta, Nurzaman, tak terima dengan keputusan Anies yang mengubah besaran kenaikan UMP 2022 jadi 5,1 persen. Dia menilai Anies telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.
“Kalau tidak urung (membatalkan kenaikan 5,1 persen), kami akan lakukan upaya hukum termasuk mengadukan ke PTUN,” kata Nurzaman kepada Republika, kemarin.
Ketegangan antara kubu buruh dan pengusaha ini berawal dari keputusan Anies pada Sabtu (18/12) lalu. Saat itu, Anies memutuskan untuk mengubah besaran kenaikan UMP 2022 menjadi 5,1 persen atau Rp 225.667. Dengan demikian, besaran UMP 2022 menjadi Rp 4.641.854.
Kenaikan UMP DKI 2022 cukup signifikan jika dibandingkan keputusan Anies sebelumnya. Pada 22 November, Anies menetapkan kenaikan UMP 2022 sebesar 0,85 persen atau Rp 37.748 saja. Kenaikan sebesar 0,85 persen ini diketahui sesuai dengan formula penetapan upah dalam PP 36.
Sebelumnya, Anies menilai, formula kenaikan UMP sesuai arahan Kemenaker tidak adil dan tidak sesuai dengan kondisi DKI Jakarta. Dia memerinci, kenaikan UMP sebesar 0,85 persen tidak masuk akal jika melihat inflasi di Jakarta yang ada di angka 1,1 persen.
“Maka itu kami merasa formula yang diberikan kepada kami, khususnya di Jakarta, tidak memberikan rasa keadilan,” kata Anies saat ditemui di Masjid Sunda Kelapa, Ahad (19/12).
Menyoal para pengusaha yang tidak bisa menerima keputusan itu, dia menampiknya. Pasalnya, kata Anies, para pengusaha merupakan pihak yang justru bisa merasakan jika pertambahan angka pada pendapatan buruh terlalu kecil.
“Karena itulah untuk memberikan rasa keadilan pada semua, bagi buruh, ada pertambahan pendapatan yang masuk akal,” tutur dia.
Hal itu, dinilai Anies juga sangat masuk akal bagi pengusaha untuk mengikuti keputusan itu. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi yang saat ini membaik nyatanya juga menjadi pertimbangan menaikkan UMP.
“Karena toh biasanya UMP naik 8,6 persen, sekarang malah cuma 5,1 persen,” ucapnya.
Dia menambahkan, dengan adanya kenaikan 5,1 persen, ada kelayakan bagi pekerja dan keterjangkauan bagi pihak pengusaha. Terlebih, kata dia, juga akan meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat.
“Ini wujud apresiasi bagi pekerja dan juga semangat bagi geliat ekonomi dan dunia usaha. Harapan kami ke depan, ekonomi dapat lebih cepat derapnya demi kebaikan kita semua,” tutur dia.