Dorong Keterlibatan Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Dorong Keterlibatan Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana (ilustrasi). | Foto: Prayogi/Republika.
REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Bupati Sleman, Kustini Purnomo mengatakan, kajian resiko bencana gempa bumi menunjukkan ada tiga kelas risiko bencana di Kabupaten Sleman yaitu rendah, sedang dan tinggi. Sedang dan tinggi mendominasi Sleman bagian tengah dan timur.
Antara lain dipengaruhi tinggi ancaman bencana gempa bumi Sleman bagian tengah dan timur. Sedangkan, rendah-sedang mendominasi Sleman bagian dan utara. Untuk di Berbah sendiri kajian risiko bencana gempa bumi menunjukkan di kelas sedang.
Maka itu, ia mendorong keterlibatan masyarakat dalam upaya-upaya penanggulangan bencana dengan peningkatan kapasitas masyarakat. Seperti melalui pembentukan Desa Tangguh Bencana dan dimaksudkan untuk mengorganisir sumber daya masyarakat.
Hal itu untuk mengurangi kerentanan sekaligus meningkatkan kapasitas sebagai upaya-upaya menekan resiko bencana. Saat ini, Kabupaten Sleman sendiri memiliki 69 Desa Tangguh Bencana yang mana tersebar di 86 kalurahan dan 17 kapanewon.
Kemudian, ia menerangkan, penguatan kapasitas masyarakat dan pemerintah telah dilakukan melalui gladi lapang. Selain itu, dilakukan pula pendidikan bencana sejak dini melalui satuan-satuan pendidikan aman bencana sebanyak enam sekolah.
"Serta, membentuk dan membina forum komunikasi komunitas-komunitas relawan Sleman yang mewadahi 59 komunitas relawan," kata Kustini di Candi Abang, Kapanewon Berbah, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Senin (20/12).
Hal itu disampaikan usai pemasangan sensor seismograf di lokasi dengan kode Sensor SYJI. Peresmian dilakukan Kepala BMKG, Prof Dwikorita Karnawati, yang menandai dimulainya instalasi 17 seismograf di berbagai tempat di Indonesia.
Dalam peresmian ini dilakukan pula live streaming dengan BMKG Pusat langsung dari ruang operasional Pusat Gempa Nasional. Guna memastikan data seismograf dengan kode stasiun SYJI ini telah masuk dengan baik dalam sistem InaTEWS.
"Jaringan seismograf ini diperlukan untuk merapatkan jaringan guna meningkatkan performa kecepatan dan keakuratan informasi dan peringatan dini tsunami BMKG," ujar Dwikorita.
Dwikorita menuturkan, sejak 2016, BMKG telah menyadari kondisi Indonesia yang semakin rawan bencana, tapi tidak memiliki persenjataan yang canggih. Maka itu, BMKG memasang sensor gempa di Candi Abang, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.
"Hal ini untuk meningkatkan kecepatan dan akurasi informasi peringatan dini gempa besar dan tsunami kepada masyarakat," kata Dwikorita.