REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Israel tidak henti-hentinya menginginkan normalisasi penuh di kawasan Arab. Israel terus menyampaikan gagasan bahwa masalah Palestina bukan lagi menyangkut dunia Arab.
Namun, secara paradoks, normalisasi yang sebenarnya akan mustahil selama wilayah Palestina diduduki. Selama bertahun-tahun, konflik Israel-Palestina adalah kunci untuk membuka proses normalisasi diplomatik di seluruh wilayah.
Selama beberapa dekade, bagaimanapun, pemerintah Arab berturut-turut telah berkomitmen menormalisasi hubungan dengan Israel, selama Israel menarik diri dari wilayah pendudukan dan memfasilitasi solusi yang adil bagi pengungsi Palestina. Di beberapa ibu kota Arab, pertanyaan Palestina bahkan bergema lebih luas sekarang dan sebagian besar pemimpin Arab secara konsisten menekankan perlunya solusi dua negara berdasarkan Inisiatif Perdamaian Arab dan keputusan mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.
Wakil tetap Arab Saudi untuk PBB Abdallah Al-Mouallimi menyampaikan dalam agenda Komite Keempat Sidang ke-76 Majelis Umum PBB (UNGA), bahwa hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri dan untuk mendapatkan kembali hak-hak mereka yang sah.
"Termasuk hak yang sah untuk mendirikan negara merdeka mereka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya berdasarkan resolusi Dewan Keamanan yang relevan, dan Prakarsa Perdamaian Arab yang menetapkan peta ke solusi akhir dalam kerangka solusi dua negara dan pembentukan negara Palestina di perbatasan 1967," kata dia, dilansir dari laman Daily Sabah, Selasa (21/12).