Selasa 21 Dec 2021 08:18 WIB

Penyebaran Varian Omicron Lebih Cepat daripada Delta

WHO mengatakan vaksinasi booster harus ditargetkan pada orang dengan kekebalan lemah.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Tenaga kesehatan bersiap menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada warga di Jakarta, Jumat (17/12). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan varian omicron menyebar lebih cepat daripada varian Delta.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Tenaga kesehatan bersiap menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada warga di Jakarta, Jumat (17/12). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan varian omicron menyebar lebih cepat daripada varian Delta.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Varian omicron kini telah ditemukan hampir di 100 negara. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan varian omicron menyebar lebih cepat daripada varian Delta. Omicron juga menyebabkan infeksi pada orang yang sudah divaksinasi atau yang telah pulih dari penyakit Covid-19.

"Dengan jumlah yang meningkat, semua sistem kesehatan akan berada di bawah tekanan," kata Kepala Ilmuwan WHO, Soumya Swaminathan.

Baca Juga

Swaminathan mengatakan, varian omicron dapat menghindari beberapa respons imun. Dengan demikian, program booster atau vaksin dosis ketiga yang diluncurkan di banyak negara harus ditargetkan pada orang dengan sistem kekebalan yang lebih lemah.

Temuan studi oleh Imperial College London mengatakan, risiko infeksi ulang yang terkait dengan omicron lima kali lebih tinggi ketimbang varian delta. Selain itu, gejala yang muncul ketika terinfeksi omicron tidak menunjukkan tanda-tanda lebih ringan daripada delta.

Pejabat WHO mengatakan, vaksinasi dapat mencegah infeksi dan penyakit, sedangkan omicron dapat menyerang pertahanan antibodi. Namun ada harapan bahwa sel-T atau pilar kedua dari respons imun, dapat mencegah penyakit parah dengan menyerang sel manusia yang terinfeksi.

“Meskipun kami melihat pengurangan antibodi netralisasi, hampir semua analisis awal menunjukkan kekebalan yang dimediasi sel-T tetap utuh, itulah yang benar-benar kami butuhkan," ujar pakar WHO Abdi Mahamud.

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan, dalam jangka pendek perayaan liburan di banyak tempat akan menyebabkan peningkatan kasus, sistem kesehatan yang kewalahan, dan lebih banyak kematian. Tedros mendesak semua orang untuk menunda pertemuan.

“Sebuah acara yang dibatalkan lebih baik daripada kehidupan yang dibatalkan,” kata Tedros.

Tetapi, tim WHO juga menawarkan beberapa harapan kepada dunia yang sudah lelah menghadapi gelombang baru pandemi. WHO mengatakan bahwa pandemi Covid-19 akan berakhir pada 2022. Hal merujuk pada pengembangan vaksin generasi kedua dan ketiga, serta pengembangan lebih lanjut dari perawatan antimikroba dan inovasi lainnya.

“(Kami) berharap dapat menjadikan penyakit ini ke penyakit yang relatif ringan yang mudah dicegah, dan mudah diobati. Jika kita dapat menjaga penularan virus seminimal mungkin, maka kita dapat mengakhiri pandemi," ujar pakar darurat utama WHO, Mike Ryan.

Baca juga : 37,2 Persen Masyarakat tak Tahu Kemunculan Omicron

Tedros juga mengatakan, penularan Covid-19 global dapat ditangani jika Cina berbagi data dan informasi terkait asal usul virus tersebut. Hal ini sangat membantu respons di masa depan.

“Kita perlu melanjutkan sampai kita tahu asal-usulnya, kita perlu mendorong lebih keras karena kita harus belajar dari apa yang terjadi saat ini untuk (melakukan) lebih baik di masa depan,” kata Tedros.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement